KIP Cecar UGM karena Tak Libatkan Pihak Eksternal di KHS Jokowi

KIP Cecar UGM karena Tak Libatkan Pihak Eksternal di KHS Jokowi

Bagikan:

JAKARTA – Proses penyelesaian sengketa informasi publik terkait dokumen akademik milik mantan Presiden Joko Widodo kembali memanas dalam sidang Komisi Informasi Pusat (KIP) pada Selasa (02/12/2025). Dalam sidang tersebut, Majelis Komisioner KIP menyoroti langkah Universitas Gajah Mada (UGM) yang dianggap belum memenuhi instruksi mengenai pelaksanaan uji konsekuensi atas informasi dalam Kartu Hasil Studi (KHS) Jokowi.

Perkara ini diajukan oleh tiga pemohon Leony Lidya, Lukas Luwarso, dan Herman yang tergabung dalam Kelompok Bongkar Ijazah Jokowi (Bon Jowi). Mereka meminta KHS Jokowi dibuka secara penuh, sementara UGM tetap berpegang bahwa sebagian informasi termasuk kategori data pribadi yang dilindungi.

Majelis Komisioner sebelumnya menegaskan bahwa uji konsekuensi harus dilakukan dengan melibatkan pihak di luar UGM untuk memastikan penilaian yang objektif. Namun dalam laporan terbarunya, UGM memaparkan bahwa kajian tersebut hanya melibatkan pakar hukum pidana internal. Keputusan ini memicu kritik dari majelis.

Ketua Majelis, Rospita Vicy Paulyn, menyampaikan keberatan keras terhadap langkah UGM yang dianggap tidak mematuhi arahan sidang sebelumnya.

“Jadi, kenapa kemudian dalam pelaksanaan uji konsekuensi itu majelis memerintahkan melibatkan pihak lain di luar UGM. Supaya ada pandangan sejauh mana informasi itu kepentingan publik terakomodir di situ,” ujarnya.

UGM berdalih bahwa menghadirkan pihak eksternal berpotensi membuka akses terhadap data pribadi mahasiswa, sehingga mereka memilih melibatkan akademisi internal. Pernyataan itu disampaikan perwakilan UGM dalam sidang.

“Saya kira kalau konteksnya ada, tadi uji konsekuensi ya Ibu, kalau konteknya ada melibatkan masyarakat, sekali lagi, kami berpikir bahwasannya KHS itu data pribadi. Jadi, kami tidak melibatkan masyarakat dulu dalam kontek ujian konsekuensi,” katanya.

Penjelasan tersebut membuat majelis kembali menekan pihak kampus. Rospita mengingatkan bahwa arahan majelis bukanlah imbauan, melainkan perintah yang wajib dipenuhi.

“Iya, jadi kan perintah majelis melibatkan (pihak luar), Pak, ini perintah majelis loh, kami memerintahkan harusnya melibatkan pihak luar,” tegasnya.

Hakim Anggota, Samrotunnajah Ismail, menambahkan bahwa UGM sebenarnya bisa melibatkan pihak eksternal tanpa harus memperlihatkan dokumen KHS secara langsung. Menurutnya, metode uji dapat dilakukan menggunakan simulasi data atau mekanisme formulasi tanpa membuka informasi sensitif.

“Tidak harus dokumennya (diperlihatkan), tapi formula. Kalau ada ijazah seperti ini, kalau KHS data apa saja (yang tertera) tanpa memperlihatkan,” jelasnya.

Ia menilai keputusan UGM justru menunjukkan bahwa penilaian institusi tersebut belum sepenuhnya independen. Samrotunnajah menyesalkan bahwa keberatan terhadap pelibatan pihak luar baru disampaikan setelah majelis mempertanyakannya dalam sidang.

“Jadi tidak usah berdiskusi dalam arti yang di sini saja Bapak memperlihatkan bahwa tidak independen ya kan untuk melihat suatu persoalan,” ujarnya.

Ia menegaskan kembali bahwa pelibatan pihak eksternal merupakan kunci untuk memperoleh uji konsekuensi yang obyektif. “Jadi kalau kemarin perintah majelis ada melihat bahwa ini kalau melibatkan pihak eksternal, maka kajiannya lebih independen. Bukan lebih lagi, memang independen,” tutup Samrotunnajah.

Sidang ini akan berlanjut hingga majelis memastikan seluruh instruksi telah dijalankan sesuai ketentuan undang-undang keterbukaan informasi publik. []

Diyan Febriana Citra.

Bagikan:
Kasus Nasional