Kerry Riza Bantah Rugikan Negara Rp2,9 T dalam Kasus Sewa Terminal BBM

Kerry Riza Bantah Rugikan Negara Rp2,9 T dalam Kasus Sewa Terminal BBM

Bagikan:

JAKARTA – Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi penyewaan terminal bahan bakar minyak (BBM) antara PT Pertamina dan PT Orbit Terminal Merak (OTM) kembali menghadirkan sorotan tajam publik pada Selasa (02/12/2025). Dalam agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Jakarta Pusat tersebut, Muhammad Kerry Adrianto Riza putra pengusaha Riza Chalid menegaskan bahwa dirinya tidak pernah menyebabkan kerugian negara sebagaimana didakwakan oleh jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung.

Kerry, yang menjadi salah satu pihak yang disorot dalam perkara ini, menilai dakwaan yang menyebut kerugian negara mencapai Rp2,9 triliun tidak berdasar. Ia menganggap angka tersebut keliru karena setara dengan nilai keseluruhan kontrak penyewaan terminal BBM PT OTM selama satu dekade.

“Di dalam dakwaan, saya dituduh merugikan negara Rp2,9 triliun atas penyewaan TBBM OTM saya. Angka ini adalah total nilai kontrak sewa saya selama 10 tahun,” kata Kerry dalam sidang, menjelaskan keberatan utamanya.

Menurut Kerry, selama masa kontrak berjalan, PT OTM telah memenuhi seluruh kewajiban sebagai penyedia fasilitas dan Pertamina memperoleh manfaat yang signifikan sebagai pengguna jasa. Ia menegaskan bahwa tangki-tangki BBM milik perusahaannya digunakan secara penuh dan berkontribusi pada efisiensi operasional Pertamina.

Kerry juga mengungkapkan bahwa besaran tagihan sewa yang diajukannya kepada Pertamina berada di angka sekitar Rp24 miliar per bulan. Ia bahkan menyebut bahwa dari kerja sama itu negara justru mendapatkan keuntungan berupa penghematan hingga Rp145 miliar per bulan.

“Saya heran dan bingung, kenapa saya didakwa merugikan negara atas jasa yang telah saya berikan. Jasa yang diterima manfaatnya oleh Pertamina, jasa yang disepakati oleh kedua belah pihak,” tegasnya, menekankan bahwa proses penyewaan berlangsung berdasarkan perjanjian legal yang sah.

Dalam lanjutan keterangannya, Kerry menyoroti tuduhan lain mengenai dugaan kontrak fiktif. Ia menolak keras anggapan tersebut dan memastikan bahwa seluruh proses administratif maupun teknis dilakukan sesuai prosedur.

“Ini bukan kontrak fiktif, ini adalah kontrak nyata,” ujarnya.

Ia menyampaikan bahwa setiap dokumen, laporan, dan pemenuhan kewajiban telah diserahkan kepada pihak terkait, sehingga tidak ada dasar untuk menyebut kerja sama itu sebagai sumber kerugian keuangan negara. Karena itu, ia meminta agar penilaian publik dan putusan hakim nantinya benar-benar didasarkan pada fakta persidangan.

Kerry pun mengajak media serta masyarakat untuk terus memantau jalannya proses hukum agar seluruh informasi dapat diawasi secara terbuka.

“Saya harap teman-teman bisa mengawal persidangan saya agar fakta-fakta seperti ini menjadi pertimbangan dalam proses hukum yang saya lalui,” pungkasnya.

Sidang dijadwalkan berlanjut pekan depan dengan agenda mendengarkan ahli dan saksi tambahan dari kedua belah pihak. Perkara ini menjadi perhatian karena berkaitan dengan kerja sama strategis yang sudah berlangsung lama antara perusahaan swasta dan BUMN sektor energi. []

Diyan Febriana Citra.

Bagikan:
Kasus Nasional