JAKARTA – Suasana Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (04/12/2025), tampak lebih padat dari biasanya. Komisi XI DPR mengagendakan rapat kerja yang melibatkan sejumlah pejabat strategis, mulai dari Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa hingga pimpinan holding BUMN energi dan infrastruktur. Agenda utama rapat tersebut berfokus pada penyusunan kebijakan subsidi dan kompensasi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.
Menteri Keuangan Purbaya hadir bersama jajaran pejabat eselon I Kemenkeu, termasuk Dirjen Anggaran Luky Alfirman dan Dirjen Strategi Ekonomi dan Fiskal Febrio N. Kacaribu. Mereka disebut membawa pembaruan perhitungan belanja subsidi dan skema pembayaran kompensasi energi yang baru saja ditetapkan pemerintah.
Sementara itu, CEO BPI Danantara Rosan P. Roeslani juga datang menghadiri undangan Komisi XI. Rosan didampingi COO Danantara Dony Oskaria, yang merangkap sebagai Kepala Badan Pengaturan BUMN. Kehadiran keduanya menarik perhatian, mengingat peran strategis Danantara dalam memonitor kebijakan dan kinerja BUMN, khususnya yang terlibat dalam penyediaan energi nasional.
Selain pejabat Kemenkeu dan Danantara, rapat tersebut juga dihadiri jajaran direksi perusahaan-perusahaan pelat merah penerima subsidi energi. Direktur Utama PT PLN Darmawan Prasodjo, Direktur Utama Pertamina Simon Aloysius Mantiri, serta Direktur Utama KAI Bobby Rasyidin tampak hadir. Sejumlah direktur dari Pertamina Patra Niaga dan MIND ID turut melengkapi daftar peserta.
Namun demikian, rapat yang dinantikan media ini berakhir digelar secara tertutup. Ketua Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun, menyampaikan bahwa keputusan tersebut diambil demi menjaga kerahasiaan sejumlah agenda strategis yang sedang dibahas. “Alasan tertutup karena ada banyak hal strategis yang harus dibahas,” ujar Misbakhun.
Penutupan rapat dari publik menimbulkan beragam spekulasi, terutama karena pemerintah baru saja mengubah mekanisme pembayaran kompensasi kepada PLN dan Pertamina. Pada pertengahan November, Purbaya menetapkan aturan baru melalui PMK Nomor 73 Tahun 2025. Regulasi tersebut mengatur bahwa pembayaran kompensasi dilakukan setiap bulan sebesar 70% dari tagihan yang diajukan kedua BUMN energi tersebut, sedangkan sisa 30% dibayarkan delapan bulan kemudian.
Skema pembayaran itu disebut bertujuan memperbaiki arus kas kedua perusahaan, sekaligus memastikan beban fiskal pemerintah tetap terkelola. Kebijakan ini berlaku efektif setelah PMK diundangkan pada 19 November 2025. Pemerintah telah menetapkan total pagu subsidi dan kompensasi untuk tahun anggaran 2025 mencapai Rp498,8 triliun.
Dengan besarnya nilai subsidi dan kompensasi serta melibatkan berbagai perusahaan strategis, rapat antara Komisi XI dan para pemangku kepentingan ini dipandang sangat menentukan arah kebijakan fiskal pada tahun mendatang. Meskipun digelar tertutup, sejumlah pihak menilai hasil pembahasan tersebut akan memiliki dampak langsung terhadap stabilitas harga energi, kelancaran layanan publik, dan kesehatan fiskal negara. []
Diyan Febriana Citra.

