PARLEMENTARIA — Isu stunting kembali mencuat dan menjadi perhatian publik setelah sejumlah pihak menegaskan bahwa persoalan ini tidak semata-mata berkaitan dengan berat badan atau kekurangan gizi pada anak. Pandangan tersebut menyoroti bahwa stunting merupakan persoalan multidimensi yang dipengaruhi berbagai faktor, mulai dari pola pengasuhan, kebiasaan makan, hingga kondisi psikologis dan lingkungan keluarga.
Wakil Ketua III DPRD Kaltim, Yenni Eviliana, menjelaskan bahwa selama ini sebagian masyarakat menganggap stunting hanya disebabkan oleh kekurangan gizi. Padahal, menurutnya, penyebab stunting jauh lebih kompleks. “Stunting itu kan karena kekurangan gizi, timbangan anak, dan lain-lain ya,” ujarnya saat ditemui di Hotel Gran Senyiur, Senin (08/12/2025).
Yenni mengungkapkan bahwa kasus stunting juga terjadi pada keluarga mampu yang secara ekonomi tidak mengalami keterbatasan akses pangan. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyebab stunting tidak melulu soal asupan gizi. “Padahal banyak juga stunting ini ada yang orang kaya, tapi maksudnya bukan kekurangan gizinya, mungkin polanya,” katanya.
Ia menekankan bahwa tidak tepat apabila stunting digeneralisasi hanya sebagai persoalan yang menimpa kelompok ekonomi rendah. “Jadi nggak semua stunting itu orang tidak punya, tidak semua stunting itu tidak mampu, walaupun persentasenya mungkin kebanyakan tidak mampu,” jelasnya.
Yenni menambahkan bahwa pola pengasuhan keluarga juga memengaruhi tumbuh kembang anak dan bisa menjadi faktor pemicu stunting. “Ada mungkin dari cara pola asuh dari keluarga juga menurut saya berpengaruh untuk stunting ini,” ucapnya.
Ia juga mencontohkan distribusi bantuan gizi seperti telur, yang dalam praktiknya tidak selalu diterima oleh keluarga kurang mampu. “Karena di stunting ini saya lihat, walaupun misalnya antar telur nih satu rak, ada juga yang orang mampu kok,” katanya.
Menurutnya, pandangan yang mengaitkan stunting hanya dengan kemiskinan perlu diluruskan karena tidak semua kasus terjadi akibat ketidakmampuan memenuhi gizi. “Nggak semuanya yang bukan orang tidak mampu,” tambahnya.
Ia menegaskan bahwa apabila persepsi tersebut terus dibesarkan tanpa penjelasan memadai, masyarakat dapat salah kaprah bahwa stunting selalu identik dengan kondisi ekonomi rendah. “Kalau dibesar-besarkan kan stunting untuk orang kesannya seperti tidak mampu, karena tidak bisa memenuhi gizi, padahal nggak juga, bukan itu,” ujarnya.
Yenni menutup penyampaiannya dengan menegaskan bahwa faktor-faktor non-makanan, seperti kondisi psikologis dan lingkungan keluarga, juga memberi kontribusi besar terhadap risiko stunting. “Banyak hal yang mempengaruhi terjadinya stunting ini, bukan cuma tentang makanan kalau menurut saya sih, dampak psikologis juga kadang menurut saya pengaruh,” tutupnya. []
Penulis: Yus Rizal Zulfikar | Penyunting: Penyunting: Agnes Wiguna

