CARACAS – Ketegangan antara Amerika Serikat dan Venezuela kembali meningkat setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan penyitaan sebuah kapal tanker minyak di perairan dekat Venezuela pada Rabu (10/12/2025). Pengumuman yang disampaikan langsung dari Gedung Putih itu menambah daftar panjang manuver Washington terhadap Caracas dalam beberapa tahun terakhir.
“Kami baru saja menyita sebuah kapal tanker di lepas pantai Venezuela, sebuah kapal tanker besar, sangat besar sebenarnya, yang terbesar yang pernah disita,” kata Trump, dikutip dari AFP. Ia menambahkan bahwa masih ada rangkaian operasi lain yang sedang berlangsung. “Hal-hal lain juga sedang terjadi, jadi Anda akan melihatnya nanti dan Anda akan membicarakannya nanti dengan beberapa orang lain,” sambungnya.
Meski pernyataan tersebut mendapat perhatian luas, otoritas Amerika Serikat tidak membenarkan secara rinci identitas kapal yang disita. Tiga pejabat AS hanya menyebut bahwa operasi dipimpin oleh Penjaga Pantai AS dan berlangsung di area yang mereka anggap sebagai wilayah penegakan hukum maritim AS. Mereka menolak menyebutkan nama kapal, bendera negara, maupun titik pasti intersepsi.
Namun, analis maritim di Inggris, Vanguard, menilai tanker Skipper kemungkinan besar merupakan kapal yang dimaksud. Kapal tersebut telah masuk daftar sanksi AS karena pernah diklaim terlibat dalam perdagangan minyak Iran saat masih bernama Adisa. Data dari laman pelacakan TankerTrackers.com menunjukkan bahwa Skipper meninggalkan pelabuhan Jose, fasilitas minyak utama Venezuela, pada 4–5 Desember setelah memuat minyak mentah berat Merey.
Sementara itu, Presiden Venezuela Nicolas Maduro tidak menyinggung insiden penyitaan tanker tersebut saat berpidato dalam sebuah peringatan militer pada hari yang sama. Sikap Maduro yang memilih tidak memberikan komentar menimbulkan berbagai spekulasi, terutama karena Caracas selama ini mengecam keras tindakan AS yang dianggap sebagai tekanan politik dan ekonomi.
Di sisi lain, pasar minyak global langsung bereaksi terhadap perkembangan ini. Harga minyak mentah Brent sempat bergerak di wilayah negatif, namun kembali naik 27 sen atau 0,4 persen menjadi 62,21 dollar AS per barel. Adapun minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) naik 21 sen atau 0,4 persen menjadi 58,46 dollar AS per barel. Kenaikan harga terjadi karena pasar menilai langkah AS dapat memperketat suplai minyak dari Venezuela yang selama ini menjadi produsen penting.
Langkah penyitaan tanker ini juga tidak lepas dari kebijakan Washington yang belakangan semakin agresif terhadap pemerintahan Maduro. Dengan alasan memerangi narkoba, AS mengerahkan armada militer besar di wilayah Karibia dan telah melaksanakan lebih dari 20 operasi mematikan terhadap kapal yang diduga terkait perdagangan narkotika. Setidaknya 87 orang dilaporkan tewas dalam operasi tersebut.
Washington bahkan menuduh Maduro memimpin organisasi kriminal bernama “Cartel of the Suns”, yang sebelumnya ditetapkan sebagai kelompok teroris. Tuduhan tersebut menjadi dasar bagi AS untuk memperluas tekanan, termasuk kemungkinan operasi darat di masa mendatang.
Maduro membalas dengan menuding AS berupaya menggulingkan pemerintahannya demi menguasai cadangan minyak Venezuela. Menyusul meningkatnya ketegangan, angkatan bersenjata Venezuela telah melantik 5.600 prajurit baru sebagai langkah memperkuat pertahanan nasional. []
Diyan Febriana Citra.

