TOKYO – Pemerintah Jepang resmi mengakhiri status peringatan khusus terkait potensi gempa super besar atau megaquake yang sempat diberlakukan selama sepekan. Keputusan tersebut diumumkan pada Selasa (16/12/2025) oleh Badan Meteorologi Jepang (Japan Meteorological Agency/JMA), menyusul evaluasi perkembangan aktivitas seismik di wilayah lepas pantai utara Jepang.
Pejabat JMA, Issei Suganuma, menjelaskan bahwa masa peringatan yang diberlakukan kepada masyarakat telah berakhir tepat pada tengah malam. Namun demikian, ia menegaskan bahwa pencabutan peringatan bukan berarti ancaman gempa besar sepenuhnya hilang.
“Namun, bukan berarti gempa tidak akan terjadi lagi, jadi kami ingin warga tetap waspada,” kata Suganuma, dikutip dari AFP, Selasa (16/12/2025).
Sejak peringatan itu dikeluarkan, warga di sejumlah wilayah Jepang, khususnya daerah pesisir utara, diminta meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan terburuk. Masyarakat juga diimbau untuk menyiapkan tas darurat serta merencanakan jalur evakuasi jika sewaktu-waktu diperlukan. Meski status peringatan telah dicabut, JMA menilai kesiapsiagaan tersebut tetap relevan mengingat potensi gempa di kawasan tersebut belum sepenuhnya sirna.
Dalam pernyataannya, JMA menyebutkan bahwa risiko terjadinya gempa super besar di lepas pantai utara Jepang masih tergolong tinggi. Namun, probabilitasnya akan menurun seiring waktu jika tidak terjadi aktivitas seismik signifikan lanjutan. Berdasarkan pedoman pencegahan bencana nasional yang dirilis pada Maret lalu, gempa dahsyat di wilayah Hokkaido-Sanriku berpotensi memicu tsunami setinggi hingga 30 meter.
Pedoman tersebut menggambarkan skenario terburuk yang sangat mengkhawatirkan. Diperkirakan hingga 199.000 orang dapat kehilangan nyawa, sementara sekitar 220.000 rumah dan bangunan berisiko hancur. Selain korban jiwa dan kerusakan fisik, dampak ekonomi juga diperkirakan sangat besar, dengan nilai kerugian mencapai 31 triliun yen atau setara sekitar Rp 3,3 kuadriliun.
Peringatan megaquake sebelumnya dikeluarkan menyusul gempa berkekuatan magnitudo 7,5 yang mengguncang lepas pantai utara Jepang pada Senin (08/12/2025). Gempa tersebut memicu gelombang tsunami setinggi sekitar 70 sentimeter dan menyebabkan lebih dari 40 orang mengalami luka-luka. Meski begitu, otoritas memastikan tidak ada kerusakan infrastruktur besar akibat gempa tersebut.
Setelah rangkaian gempa susulan terjadi, JMA bersama Badan Penanggulangan Kebakaran dan Bencana Jepang (FDMA) memutuskan untuk mengeluarkan peringatan terkait meningkatnya risiko megaquake. Dalam konteks ilmiah, gempa megaquake didefinisikan sebagai gempa bermagnitudo 8,0 atau lebih besar yang berpotensi mengguncang kawasan luas di Jepang bagian utara.
Para ilmuwan menjelaskan bahwa setelah terjadinya gempa dengan magnitudo 7,0 atau lebih, terdapat kemungkinan sekitar satu persen terjadinya gempa super besar dalam kurun waktu tujuh hari. Meski persentasenya kecil, dampak yang ditimbulkan sangat besar sehingga peringatan dini dianggap perlu untuk meminimalkan risiko korban.
Dengan dicabutnya peringatan tersebut, pemerintah Jepang berharap masyarakat tetap menjaga kesiapsiagaan tanpa menimbulkan kepanikan berlebihan. Otoritas menekankan bahwa mitigasi bencana dan edukasi publik tetap menjadi kunci utama dalam menghadapi potensi gempa di masa mendatang. []
Diyan Febriana Citra.

