JAKARTA — Penanganan internal Kepolisian Republik Indonesia terhadap kasus pengeroyokan yang menewaskan dua mata elang (matel) di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, memasuki tahap penting. Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri menggelar sidang etik profesi terhadap enam anggota Yanma Mabes Polri yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam peristiwa tersebut. Sidang etik dijadwalkan berlangsung di Gedung TNCC Mabes Polri, Rabu (17/12/2025).
Sidang etik ini menjadi bagian dari mekanisme pertanggungjawaban internal Polri, terpisah dari proses pidana yang tengah berjalan. Langkah tersebut sekaligus menunjukkan komitmen institusi dalam menindak tegas pelanggaran yang dilakukan oleh anggotanya, terlebih jika menyangkut hilangnya nyawa warga sipil.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Choirul Anam membenarkan informasi terkait agenda sidang etik tersebut. “Infonya begitu [ada sidang etik enam anggota],” ujar Choirul Anam saat dikonfirmasi.
Kasus pengeroyokan ini terjadi pada Kamis (11/12/2025) di Kalibata. Insiden bermula ketika dua orang matel berinisial MET (41) dan NAT (32) menghentikan sepeda motor yang diduga milik anggota Mabes Polri untuk melakukan penagihan. Dalam praktiknya, aktivitas penagihan yang dilakukan oleh debt collector kerap memicu konflik di lapangan, terutama jika dilakukan tanpa prosedur yang jelas.
Dalam peristiwa tersebut, anggota Polri yang merasa tidak terima dengan cara penghentian kendaraan oleh matel kemudian melakukan penyerangan. Situasi semakin memanas ketika sejumlah anggota lainnya ikut terlibat, hingga berujung pada pengeroyokan terhadap dua matel tersebut. Akibat kejadian itu, MET dinyatakan meninggal dunia di tempat kejadian perkara, sementara NAT meninggal dunia setelah sempat mendapatkan perawatan di Rumah Sakit Budi Asih.
Penyelidikan yang dilakukan aparat penegak hukum menetapkan enam anggota Yanma Mabes Polri sebagai tersangka. Mereka masing-masing berinisial Brigadir IAM, Bripda JLA, Bripda RGW, Bripda IAB, Bripda BN, dan Bripda AM. Keenamnya dijerat dengan Pasal 170 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pengeroyokan yang mengakibatkan korban meninggal dunia.
Selain proses pidana, keenam anggota tersebut juga harus menghadapi sanksi etik dan disiplin. Perkara etik mereka sepenuhnya ditangani oleh Divisi Propam Polri. Berdasarkan hasil penyelidikan internal, perbuatan para terduga pelanggar dikategorikan sebagai pelanggaran berat yang berpotensi berujung pada sanksi tegas, termasuk pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko menjelaskan klasifikasi pelanggaran tersebut. “Perbuatan 6 terduga pelanggar masuk dalam kategori pelanggaran berat Persangkaan Pasal Pasal 13 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri Juncto pada Pasal 8 Huruf C,” ujar Trunoyudo, Jumat (12/12/2025) malam.
Sidang etik ini menjadi sorotan publik karena menyangkut integritas dan profesionalisme aparat penegak hukum. Masyarakat menaruh harapan besar agar proses penegakan hukum, baik pidana maupun etik, dilakukan secara transparan dan berkeadilan. Penanganan tegas terhadap kasus ini juga dinilai penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap institusi Polri, sekaligus menjadi pelajaran agar peristiwa serupa tidak terulang di masa mendatang. []
Diyan Febriana Citra.

