Menaker Pastikan Upah Minimum Tak Turun Meski Ekonomi Daerah Negatif

Menaker Pastikan Upah Minimum Tak Turun Meski Ekonomi Daerah Negatif

Bagikan:

JAKARTA — Pemerintah menegaskan komitmennya menjaga daya beli pekerja di tengah dinamika ekonomi nasional dan daerah. Menteri Ketenagakerjaan Yassierli memastikan kebijakan pengupahan yang baru tidak akan membuka ruang penurunan upah minimum, termasuk bagi daerah yang tengah mengalami perlambatan atau pertumbuhan ekonomi negatif.

Penegasan tersebut disampaikan Yassierli saat ditemui di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Rabu (17/12/2025). Ia menekankan bahwa kebijakan pengupahan nasional dirancang untuk tetap melindungi pekerja dari tekanan ekonomi, khususnya akibat inflasi dan ketimpangan pertumbuhan antardaerah.

“Tidak ada tentu istilahnya upahnya turun. Kalau pertumbuhan ekonominya negatif, maka Dewan Pengupahan Daerah tentu mempertimbangkan kenaikan berdasarkan inflasi,” ujar Yassierli.

Menurut Yassierli, formula penetapan upah minimum yang baru telah dirancang secara hati-hati agar tetap memberikan kenaikan upah, meskipun variabel pertumbuhan ekonomi suatu daerah tercatat negatif. Formula tersebut menggunakan komponen inflasi ditambah hasil perkalian antara pertumbuhan ekonomi dan nilai Alfa, dengan rentang Alfa sebesar 0,5 hingga 0,9 poin.

Dengan skema ini, inflasi menjadi faktor utama yang menjamin adanya kenaikan upah minimum, sementara pertumbuhan ekonomi berfungsi sebagai variabel penyesuaian tambahan. Artinya, pekerja tetap memperoleh peningkatan upah untuk menjaga daya beli, sekaligus mempertimbangkan kemampuan ekonomi daerah.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat dua provinsi yang mencatatkan pertumbuhan ekonomi negatif pada triwulan III 2025, yakni Papua Barat sebesar -0,02 persen dan Papua Tengah minus 4,74 persen. Meski demikian, Yassierli menilai kondisi tersebut tidak serta-merta berdampak pada penurunan kesejahteraan pekerja di wilayah tersebut.

“Kami sangat yakin Dewan Pengupahan Daerah punya data, tahu kalau pertumbuhan ekonomi itu tinggi, dan kalau tinggi itu disebabkan oleh apa, kemudian sektor mana yang dominan,” ucap Yassierli.

Ia menjelaskan, Dewan Pengupahan Daerah memiliki peran strategis dalam membaca struktur ekonomi wilayah masing-masing, termasuk memahami sektor unggulan, produktivitas tenaga kerja, serta kondisi dunia usaha. Oleh karena itu, keputusan kenaikan upah diharapkan tetap proporsional dan berkeadilan.

Sebagai bagian dari penguatan kebijakan tersebut, Kementerian Ketenagakerjaan juga memberikan pelatihan kepada Dewan Pengupahan Daerah terkait mekanisme penetapan upah minimum. Pelatihan ini bertujuan memastikan pemahaman yang seragam atas formula baru serta mencegah perbedaan tafsir dalam implementasi di daerah.

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) terbaru mengenai kenaikan upah minimum. Aturan ini sekaligus merevisi ketentuan sebelumnya dalam PP Nomor 51 Tahun 2023. Perubahan paling signifikan terletak pada peningkatan rentang nilai Alfa dari semula 0,1–0,3 poin menjadi 0,5–0,9 poin.

Peningkatan rentang Alfa tersebut memberikan ruang kenaikan upah yang lebih besar dibandingkan kebijakan sebelumnya. Pemerintah menilai langkah ini penting untuk menyesuaikan pengupahan dengan tantangan biaya hidup dan inflasi yang terus bergerak dinamis.

Yassierli juga mengingatkan para gubernur agar menetapkan besaran kenaikan upah minimum paling lambat pada 24 Desember 2025. Dalam PP terbaru, gubernur diwajibkan menetapkan upah minimum provinsi (UMP) dan dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota (UMK), serta diwajibkan menetapkan upah minimum sektoral provinsi (UMSP) dan opsional untuk UMSK.

“Kami berharap kebijakan pengupahan yang dituangkan dalam PP Pengupahan tersebut menjadi kebijakan yang terbaik bagi semua pihak,” kata dia. []

Diyan Febriana Citra.

Bagikan:
Nasional