Sidang Parlemen Albania Ricuh saat Pemilihan Ombudsman

Sidang Parlemen Albania Ricuh saat Pemilihan Ombudsman

Bagikan:

TIRANA – Sidang Parlemen Albania di Tirana berubah menjadi ajang kekacauan pada Kamis (18/12/2025) setelah ketegangan politik antara kubu pemerintah dan oposisi memuncak. Kericuhan pecah saat parlemen menggelar pemungutan suara untuk memilih ombudsman, pejabat tertinggi yang bertugas mengawasi dan melindungi hak asasi manusia di negara tersebut. Proses demokratis yang seharusnya berlangsung tertib justru diwarnai saling dorong, teriakan, hingga penyalaan suar di dalam ruang sidang.

Insiden ini dipicu oleh penolakan keras dari anggota parlemen oposisi Partai Demokrat Albania terhadap jalannya pemungutan suara. Oposisi menuduh partai berkuasa telah melakukan manipulasi pemilu serta secara sistematis melemahkan institusi demokrasi. Ketegangan meningkat ketika para legislator oposisi berusaha menghalangi proses pengambilan keputusan dengan aksi fisik dan simbolik.

Dalam sidang tersebut, sejumlah anggota parlemen oposisi terlibat adu mulut dengan petugas pengamanan. Beberapa di antaranya terlihat menarik mikrofon, melempar botol ke arah pimpinan sidang, serta berupaya menghambat jalannya pemungutan suara. Ketua sidang, Niko Peleshi, tetap berusaha melanjutkan agenda parlemen di tengah situasi yang semakin tidak terkendali.

Peleshi berulang kali mengimbau agar anggota parlemen menahan diri dan menghormati institusi legislatif sebagai pilar demokrasi negara.

“Kita tidak bisa menghancurkan negara seperti ini,” ujar Peleshi.

Namun, seruan tersebut tidak meredam ketegangan. Keributan justru meningkat ketika sejumlah legislator oposisi terlibat bentrokan fisik dengan petugas pengamanan parlemen. Mereka menolak meninggalkan kursi-kursi kabinet pemerintahan yang telah diduduki sebelum sidang dimulai sebagai bentuk protes simbolik terhadap pemerintah.

Aksi protes semakin dramatis ketika para anggota oposisi menyalakan suar di dalam ruang parlemen, menciptakan kepulan asap dan suasana mencekam. Selain itu, mereka mengangkat poster-poster bernada provokatif yang membandingkan Perdana Menteri Albania, Edi Rama, dengan mantan diktator Panama Manuel Antonio Noriega Moreno. Dalam poster tersebut, Rama disebut sebagai “Noriega-nya Eropa,” sebuah julukan yang mencerminkan kerasnya kritik oposisi terhadap kepemimpinan pemerintah saat ini.

Di luar isu pemilihan ombudsman, kericuhan parlemen juga dipicu oleh tuntutan politik yang lebih luas. Salah satu desakan utama oposisi adalah pengunduran diri Wakil Perdana Menteri sekaligus Menteri Infrastruktur dan Energi, Belinda Balluku. Oposisi menilai Balluku tidak lagi layak menjabat setelah pengadilan khusus anti-korupsi Albania, Special Court Against Corruption and Organized Crime (SPAK), mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadapnya.

SPAK menuduh Balluku mencampuri prosedur pengadaan publik dalam sejumlah proyek konstruksi strategis. Lembaga tersebut juga telah mendesak parlemen untuk menggelar pemungutan suara guna mencabut kekebalan hukum Balluku sebagai pejabat negara. Isu ini direncanakan akan dibahas lebih lanjut dalam sidang khusus parlemen pada waktu mendatang.

Hingga berita ini diturunkan, Belinda Balluku belum memberikan pernyataan resmi atau tanggapan atas tuduhan yang diarahkan kepadanya. Pemerintah Albania juga belum mengeluarkan sikap resmi terkait kekacauan yang terjadi dalam sidang parlemen tersebut.

Peristiwa ini menambah daftar panjang ketegangan politik di Albania dalam beberapa tahun terakhir, di tengah sorotan internasional terhadap kondisi demokrasi dan supremasi hukum di negara Balkan tersebut. Kekacauan di parlemen dinilai mencerminkan polarisasi politik yang semakin tajam, sekaligus tantangan serius bagi stabilitas pemerintahan dan kepercayaan publik terhadap lembaga negara. []

Diyan Febriana Citra.

Bagikan:
Internasional