JAKARTA – Pemerintah menegaskan sikap kehati-hatian dalam memberikan fasilitas fiskal, khususnya terhadap aksi korporasi badan usaha milik negara (BUMN) yang berada di bawah pengelolaan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan, permintaan insentif pajak yang diajukan Danantara tidak dapat dikabulkan karena dinilai memiliki karakter bisnis yang kuat.
Penolakan tersebut menandai kali kedua Kementerian Keuangan tidak memberikan relaksasi perpajakan kepada Danantara. Sebelumnya, permohonan keringanan pajak untuk sejumlah BUMN pada tahun pajak 2023 yang diajukan CEO Danantara, Rosan P. Roeslani, juga tidak memperoleh persetujuan.
Dalam konferensi pers APBN KiTa yang digelar pada Kamis (18/12/2025), Purbaya secara tegas menyampaikan sikap pemerintah terkait permintaan tersebut.
“Soal insentif pajak aksi korporasi (Danantara) mungkin gak akan kita kasih,” tegas Purbaya dalam konferensi pers APBN KiTa, Kamis (18/12/2025).
Menurut Purbaya, keputusan tersebut diambil setelah melalui pembahasan intensif antara Kementerian Keuangan dan pihak Danantara. Dalam proses diskusi itu, pemerintah menilai bahwa restrukturisasi maupun konsolidasi yang dilakukan BUMN di bawah Danantara tidak sepenuhnya bersifat kebijakan publik, melainkan mengandung tujuan komersial yang signifikan.
Kementerian Keuangan berpandangan bahwa ketika suatu aksi korporasi dijalankan dengan orientasi bisnis dan efisiensi usaha, maka perlakuan fiskalnya seharusnya mengikuti mekanisme pasar dan ketentuan perpajakan yang berlaku umum. Dengan demikian, tidak ada alasan kuat untuk memberikan perlakuan khusus berupa insentif pajak.
“Ada sisi komersialnya di situ, jadi kita akan assess sesuai kondisi komersial aja,” tambah Purbaya.
Pernyataan tersebut sekaligus menegaskan konsistensi pemerintah dalam menjaga prinsip keadilan perpajakan. Purbaya menekankan bahwa kebijakan fiskal harus dijalankan secara hati-hati agar tidak menimbulkan distorsi pasar atau preseden yang berpotensi menurunkan penerimaan negara.
Di sisi lain, BPI Danantara memang mengemban mandat strategis dari Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan perombakan besar terhadap struktur BUMN nasional. Pemerintah menargetkan perampingan signifikan terhadap portofolio perusahaan pelat merah, dari sekitar 1.000 BUMN menjadi kurang lebih 200 perusahaan yang dinilai lebih efisien dan kompetitif.
Langkah restrukturisasi tersebut mencakup penggabungan, pemisahan, hingga pembubaran perusahaan-perusahaan yang dinilai tidak produktif. Dalam konteks inilah Danantara sebelumnya mengajukan usulan agar pemerintah memberikan keringanan pajak guna mempermudah proses transisi dan menekan beban keuangan BUMN.
Bahkan, sempat muncul wacana penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) khusus yang akan mengatur fasilitas pajak bagi aksi korporasi BUMN tersebut. Namun, dengan pernyataan terbaru Menkeu Purbaya, rencana tersebut dipastikan tidak dilanjutkan.
Artinya, seluruh BUMN yang melakukan aksi korporasi di bawah koordinasi Danantara tetap wajib mengikuti ketentuan perpajakan standar sebagaimana berlaku bagi entitas bisnis lainnya. Pemerintah berharap, kebijakan ini justru mendorong BUMN untuk melakukan restrukturisasi secara lebih disiplin dan berbasis pada prinsip efisiensi ekonomi.
Sikap tegas Kementerian Keuangan ini sekaligus mencerminkan upaya menjaga keseimbangan antara agenda reformasi BUMN dan keberlanjutan fiskal negara di tengah tantangan ekonomi global. []
Diyan Febriana Citra.

