KY Rampungkan Rekomendasi Sanksi Hakim Perkara Tom Lembong

KY Rampungkan Rekomendasi Sanksi Hakim Perkara Tom Lembong

Bagikan:

JAKARTA — Proses penanganan laporan etik terhadap hakim yang mengadili perkara importasi gula dengan terdakwa mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong telah memasuki tahap akhir di Komisi Yudisial (KY). Lembaga pengawas perilaku hakim itu menyatakan telah merampungkan rekomendasi sanksi dan tinggal meneruskannya secara administratif kepada Mahkamah Agung (MA) untuk ditindaklanjuti.

Anggota Komisi Yudisial Abhan menjelaskan bahwa pemeriksaan atas laporan tersebut secara substantif telah selesai dilakukan. Tahapan yang masih berjalan saat ini bersifat administratif, yakni proses pengiriman rekomendasi sanksi kepada MA sebagai institusi yang berwenang menjatuhkan sanksi kepada hakim.

“Oh, yang Tom Lembong itu sudah selesai. Tinggal proses administrasi untuk penjatuhan sanksi ke MA. Jadi sudah selesai, tinggal penjatuhan sanksi dari MA,” kata Abhan saat ditemui di Komisi Yudisial, Jakarta Pusat, Selasa (23/12/2025).

Meski demikian, Abhan mengaku belum dapat menyampaikan secara rinci bentuk sanksi yang direkomendasikan KY terhadap para hakim tersebut. Ia menyebut perlu kembali memeriksa dokumen rekomendasi agar tidak terjadi kekeliruan dalam penyampaian informasi kepada publik.

“Nanti yang jatuhkan….apa… kita kan rekomendasi, saya belum pelajari detailnya rekomendasinya apa. Tapi proses administrasi untuk pengiriman itu. Tetapi itu (di KY) sudah selesai, tinggal pengiriman proses ke MA,” jelas dia.

“Lha itu, rekomendasinya apa, sanksinya apa, belum cek lagi. Nanti saya cek,” tambah dia.

Adapun laporan ke Komisi Yudisial tersebut diajukan oleh Tom Lembong terhadap tiga hakim yang memeriksa dan memutus perkaranya. Ketiganya adalah Dennie Arsan Fatrika selaku ketua majelis hakim, serta dua hakim anggota majelis, yakni Purwanto S Abdullah dan Alfis Setyawan.

Dalam laporan itu, Tom Lembong menegaskan bahwa langkah yang ia tempuh bukan dilandasi kepentingan pribadi atau upaya untuk menjatuhkan individu tertentu. Ia menyatakan laporan tersebut diajukan sebagai bagian dari ikhtiar memperjuangkan prinsip kebenaran dan keadilan, sekaligus sebagai bahan evaluasi bagi sistem peradilan.

Tom sebelumnya menyampaikan bahwa pelaporan terhadap hakim merupakan bagian dari mekanisme yang sah dalam negara hukum. Ia menekankan bahwa proses tersebut seharusnya dipahami sebagai sarana koreksi institusional, bukan serangan personal terhadap profesi hakim.

“Kami menyampaikan bahwa tujuan kami dalam mengajukan laporan termasuk para hakim Komisi Yudisial itu 100 persen motivasi kami adalah konstruktif. Tidak ada 0,1 persen pun niat destruktif,” ujarnya.

Ia juga menegaskan bahwa laporan tersebut tidak dimaksudkan untuk merusak reputasi atau karier individu, kelompok, maupun lembaga tertentu. Menurut Tom, transparansi dan akuntabilitas justru menjadi kunci untuk memperkuat kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.

“Dan sekali lagi tidak ada niat yang bersifat personal apalagi negatif,” katanya.

Dengan rampungnya rekomendasi sanksi dari KY, perhatian kini tertuju pada Mahkamah Agung yang akan menentukan langkah selanjutnya. MA memiliki kewenangan untuk menindaklanjuti rekomendasi tersebut sesuai dengan ketentuan hukum dan mekanisme internal yang berlaku.

Kasus ini sekaligus menegaskan peran Komisi Yudisial sebagai pengawas eksternal dalam menjaga integritas dan etika hakim, serta memastikan bahwa proses peradilan berjalan sesuai dengan prinsip keadilan dan profesionalisme. Publik pun menanti sikap MA sebagai bentuk komitmen bersama dalam memperkuat akuntabilitas lembaga peradilan di Indonesia. []

Diyan Febriana Citra.

Bagikan:
Kasus Nasional