JAKARTA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meminta pemerintah daerah dan masyarakat, khususnya yang bermukim di kawasan pesisir barat Pulau Sumatera, untuk tidak mengendurkan kewaspadaan menghadapi potensi hujan berintensitas tinggi sepanjang tahun 2026. Peringatan tersebut disampaikan meskipun secara umum kondisi curah hujan nasional diprakirakan berada pada kategori normal.
Dalam konferensi pers bertajuk Climate Outlook 2026 yang digelar di Jakarta, Selasa (23/12/2025), Deputi Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan menjelaskan bahwa curah hujan tahunan di Indonesia pada 2026 diperkirakan berkisar antara 1.500 hingga 4.000 milimeter per tahun. Angka tersebut dinilai masih sejalan dengan pola klimatologi yang lazim terjadi dalam beberapa periode sebelumnya.
“Kondisi ini masih tergolong normal dan tidak menunjukkan adanya anomali ekstrem secara nasional,” kata dia.
Meski demikian, BMKG menekankan bahwa status “normal” secara nasional tidak serta-merta meniadakan potensi risiko di tingkat regional. Ardhasena menyebutkan sejumlah wilayah tetap berpeluang mengalami hujan dengan intensitas tinggi akibat pengaruh dinamika lokal dan regional, terutama di pesisir barat Pulau Sumatera.
Wilayah tersebut dipengaruhi oleh suhu permukaan laut Samudra Hindia yang relatif hangat, serta faktor orografis Pegunungan Bukit Barisan yang dapat memperkuat pembentukan awan hujan. Kondisi ini berpotensi meningkatkan curah hujan, khususnya pada periode puncak musim hujan.
BMKG memprakirakan hujan berintensitas tinggi berpeluang terjadi pada Januari hingga Februari serta November hingga Desember 2026. Pada periode tersebut, daerah pesisir barat Sumatera, mulai dari Aceh, Sumatera Barat hingga Bengkulu, diminta meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi potensi dampak yang ditimbulkan.
Selain kawasan Sumatera, BMKG juga mencatat adanya potensi hujan tinggi di beberapa wilayah lain, antara lain sebagian Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan, Sulawesi Tengah, dan Papua. Sementara itu, pada periode Mei hingga September 2026, sebagian besar wilayah Indonesia diperkirakan memasuki fase kemarau basah, yakni musim kemarau yang masih disertai hujan dengan intensitas tertentu.
BMKG menilai meskipun secara umum sifat hujan berada pada kategori normal, hujan dengan intensitas tinggi yang terjadi secara lokal tetap dapat memicu bencana hidrometeorologi. Risiko tersebut meliputi banjir, tanah longsor, dan gangguan terhadap infrastruktur serta aktivitas masyarakat, terutama di wilayah yang memiliki kerentanan geografis.
Ardhasena menegaskan bahwa informasi prakiraan iklim memiliki peran strategis, tidak hanya bagi sektor kebencanaan, tetapi juga bagi pertanian dan pengelolaan sumber daya air. Oleh karena itu, BMKG terus menyediakan pembaruan prakiraan iklim secara dasarian dan bulanan guna mendukung perencanaan jangka pendek maupun menengah.
“Rekomendasi kami pemerintah daerah (pemda) memperkuat langkah mitigasi bencana dengan memanfaatkan prakiraan iklim jangka menengah sebagai dasar perencanaan pembangunan dan pengurangan risiko bencana,” ucapnya.
BMKG berharap sinergi antara pemerintah daerah, pemangku kepentingan, dan masyarakat dapat terus diperkuat agar potensi dampak cuaca ekstrem di tingkat lokal dapat diantisipasi lebih dini dan ditangani secara efektif. []
Diyan Febriana Citra.

