JAKARTA – Pemerintah Provinsi Aceh kembali memperpanjang status tanggap darurat bencana hidrometeorologi sebagai langkah antisipatif menghadapi kondisi cuaca ekstrem yang masih berpotensi menimbulkan dampak lanjutan. Perpanjangan ini berlaku selama 14 hari, terhitung mulai 26 Desember 2025 hingga 8 Januari 2026. Keputusan tersebut menjadi perpanjangan kedua setelah status serupa sebelumnya telah diberlakukan selama dua pekan.
Gubernur Aceh Muzakir Manaf, yang akrab disapa Mualem, mengonfirmasi keputusan tersebut melalui akun media sosial pribadinya. Ia menegaskan bahwa kebijakan ini diambil untuk memastikan penanganan bencana dapat berjalan secara optimal dan terkoordinasi.
“Saya sebagai Gubernur Aceh, dengan ini menetapkan perpanjangan kedua status tanggap darurat bencana hidrometeorologi Aceh tahun 2025 selama 14 hari ke depan, terhitung sejak 26 Desember 2025 sampai dengan 8 Januari 2026,” kata Mualem dalam unggahan Instagramnya @muzakirmanaf1964, dikutip Jumat (26/12/2025).
Perpanjangan status tanggap darurat tersebut ditetapkan setelah Pemerintah Aceh menggelar rapat Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) serta menerima laporan analisis cepat dari pos komando tanggap darurat bencana. Evaluasi kondisi lapangan menunjukkan bahwa sejumlah wilayah masih membutuhkan penanganan intensif, terutama daerah yang terdampak banjir dan tanah longsor.
Selain itu, keputusan ini juga merujuk pada hasil rapat virtual dengan pemerintah kabupaten dan kota terdampak bencana yang dilaksanakan pada 23 Desember 2025. Pemerintah Aceh turut mempertimbangkan hasil kajian bersama Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno serta Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto terkait strategi penanganan darurat dan kesiapan menuju masa pemulihan.
Dalam arahannya, Mualem menginstruksikan seluruh Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) dan para pemangku kepentingan untuk mempercepat distribusi bantuan logistik kepada masyarakat terdampak. Penyaluran bantuan diminta menjangkau seluruh korban bencana, baik yang berada di pengungsian maupun warga yang masih bertahan di rumah, termasuk di wilayah desa terpencil yang aksesnya terbatas.
“Tangani, layani, lindungi, dan penuhi hak-hak dasar pengungsi sesuai standar hak asasi manusia (HAM),” jelas Mualem.
Selain aspek logistik, Gubernur Aceh juga menekankan pentingnya layanan kesehatan bagi para korban. Seluruh fasilitas kesehatan, mulai dari rumah sakit, puskesmas, hingga puskesmas pembantu, diminta tetap siaga dan membuka pos pelayanan kesehatan, terutama di daerah yang masih terisolasi akibat bencana.
Tak hanya itu, perhatian juga diarahkan pada keberlanjutan pendidikan anak-anak terdampak bencana. Mualem meminta agar proses belajar mengajar dipersiapkan dengan sebaik mungkin, termasuk penyediaan perlengkapan sekolah seperti pakaian, sepatu, tas, dan kebutuhan pendukung lainnya.
“Persiapkan pembangunan infrastruktur agar berjalan dengan baik,” ujarnya.
Sebelumnya, BNPB mencatat sebanyak 11 dari 18 kabupaten dan kota di Aceh masih memperpanjang status tanggap darurat. Kepala BNPB Suharyanto menyebutkan bahwa perpanjangan dilakukan untuk mengoptimalkan penanganan kebencanaan di daerah yang terdampak cukup parah.
“Sebanyak 11 dari 18 kabupaten dan kota terdampak bencana di Aceh memperpanjang status tanggap darurat. Sedangkan tujuh kabupaten kota lainnya kini sudah beralih dari transisi darurat ke pemulihan,” kata Suharyanto, mengutip CNNIndonesia, Jumat (26/12/2025).
Berdasarkan data Pemerintah Aceh, total wilayah terdampak bencana mencapai 3.978 desa di 225 kecamatan pada 18 kabupaten dan kota. Sekretaris Daerah Aceh M. Nasir menyebutkan bahwa kebutuhan mendesak saat ini mulai bergeser dari pangan ke nonpangan.
“Kebutuhan mendesak korban bencana saat ini sudah beralih kepada non-pangan seperti tenda pengungsian, tandon dan air bersih, lampu emergency, bahan medis, peralatan dapur, dan lainnya,” kata M. Nasir.
Ia menambahkan, penyaluran logistik selama masa tanggap darurat telah mencapai lebih dari 1.250 ton bantuan. Seiring masuknya sejumlah daerah ke masa transisi, pemerintah mendorong percepatan perbaikan rumah rusak ringan dan sedang untuk mengurangi jumlah pengungsi. []
Diyan Febriana Citra.

