Suriah Mulai Reformasi Moneter dengan Mata Uang Baru 2026

Suriah Mulai Reformasi Moneter dengan Mata Uang Baru 2026

Bagikan:

DAMASKUS – Pemerintah Suriah melalui Bank Sentral resmi mengumumkan rencana penggantian mata uang nasional yang akan mulai diberlakukan pada 1 Januari 2026. Kebijakan ini dipandang sebagai bagian dari agenda besar restrukturisasi ekonomi pascaperubahan politik yang terjadi setelah runtuhnya rezim Bashar Al Assad pada tahun lalu. Reformasi moneter tersebut diharapkan menjadi fondasi awal pemulihan ekonomi yang selama lebih dari satu dekade terpuruk akibat perang dan sanksi internasional.

Gubernur Bank Sentral Suriah Abdul Qadir Al Hasriya menyatakan bahwa penggantian mata uang akan dilakukan secara bertahap dengan mekanisme yang akan dijelaskan lebih rinci dalam konferensi pers pada Minggu (28/12/2025). Pemerintah menilai, transparansi dan kesiapan publik menjadi kunci agar transisi ini berjalan lancar.

β€œ1 Januari 2026 adalah tanggal dimulainya proses penggantian,” ujar Hasriya dalam pernyataan resminya, dikutip dari kantor berita AFP, Kamis (25/12/2025).

Hasriya menegaskan bahwa penerbitan mata uang baru tidak sekadar perubahan teknis, melainkan simbol transformasi nasional. Ia menyebut mata uang baru sebagai representasi kedaulatan finansial Suriah yang kini memasuki fase kebebasan dan rekonstruksi. Menurutnya, langkah ini mencerminkan tekad negara untuk meninggalkan masa lalu yang sarat konflik dan menuju stabilitas ekonomi jangka panjang.

Rencana penggantian mata uang sejatinya telah lama disiapkan oleh otoritas keuangan Suriah. Salah satu poin utama dalam reformasi ini adalah penghapusan dua angka nol dari pound Suriah. Selain itu, bank sentral juga akan memperkenalkan desain uang kertas baru yang berbeda dari sebelumnya. Selama puluhan tahun, mata uang Suriah menampilkan gambar Bashar Al Assad dan ayahnya, Hafez Al Assad, yang menjadi simbol kekuasaan dinasti politik di negara tersebut.

Dalam konteks sosial, kebijakan ini diharapkan dapat memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem moneter nasional. Selama perang saudara yang dimulai pada 2011, nilai tukar pound Suriah mengalami kemerosotan drastis. Dari sekitar 50 pound per dolar AS, nilainya anjlok hingga berada di kisaran 10.000 sampai 11.000 pound per dolar AS. Kondisi tersebut membuat aktivitas ekonomi sehari-hari menjadi tidak praktis, karena warga harus membawa uang tunai dalam jumlah besar hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok.

Hasriya menekankan bahwa reformasi mata uang dilakukan pada momentum penting bagi Suriah. Ia menyebut langkah ini sebagai penanda dimulainya era baru sistem ekonomi dan moneter negara tersebut. Meski menghapus dua angka nol, ia memastikan kebijakan ini tidak akan mengubah nilai riil mata uang.

β€œIa juga menyebutkan, penghapusan dua nol dari mata uang tidak akan memengaruhi nilainya, melainkan hanya menggantikan fisik uang lama dengan yang baru.”

Sebagai bagian dari kebijakan tersebut, Bank Sentral Suriah berencana mencetak enam denominasi uang kertas baru untuk menggantikan yang saat ini beredar di masyarakat. Transisi ini akan disertai dengan sosialisasi agar masyarakat memahami proses penukaran dan penggunaannya.

Reformasi moneter ini juga beriringan dengan perkembangan geopolitik yang signifikan. Pada bulan ini, Amerika Serikat secara permanen mencabut sanksi ekonomi yang dikenal sebagai Sanksi Caesar terhadap Suriah. Keputusan tersebut membuka peluang bagi kembalinya investasi asing dan reintegrasi Suriah ke dalam sistem keuangan global setelah bertahun-tahun terisolasi.

Sebelumnya, pada Agustus 2025, Hasriya telah menyampaikan bahwa perubahan mata uang merupakan bagian dari strategi jangka menengah untuk menekan inflasi dan mengendalikan lonjakan harga yang terjadi selama konflik berkepanjangan. Pemerintah berharap kebijakan ini dapat memperbaiki daya beli masyarakat sekaligus menciptakan stabilitas ekonomi yang lebih berkelanjutan. []

Diyan Febriana Citra.

Bagikan:
Internasional