China Dorong Perdamaian Kamboja–Thailand Pasca Gencatan Senjata

China Dorong Perdamaian Kamboja–Thailand Pasca Gencatan Senjata

Bagikan:

BEIJING – Upaya meredakan ketegangan di kawasan Asia Tenggara kembali menguat setelah Menteri Luar Negeri China Wang Yi menggelar pertemuan dengan Wakil Perdana Menteri sekaligus Menteri Luar Negeri Kamboja Prak Sokhonn di Yuxi, Provinsi Yunnan, China, Minggu (28/12/2025). Pertemuan ini berlangsung hanya sehari setelah Kamboja dan Thailand menyepakati gencatan senjata untuk mengakhiri hampir 20 hari bentrokan bersenjata di wilayah perbatasan yang disengketakan.

Dalam pertemuan tersebut, Wang Yi menegaskan bahwa China terus memantau secara serius perkembangan situasi di perbatasan Kamboja–Thailand. Beijing, kata dia, berkomitmen mendorong penyelesaian konflik melalui jalur dialog dan kerja sama damai demi menjaga stabilitas regional yang lebih luas.

“Gencatan senjata ini sejalan dengan harapan rakyat Kamboja dan Thailand serta ekspektasi negara-negara kawasan. Ini membuka jalan bagi rekonstruksi perdamaian,” kata Wang Yi, seperti dikutip dari pernyataan Kementerian Luar Negeri China.

Pernyataan tersebut mencerminkan kepentingan China dalam memastikan kawasan Asia Tenggara tetap kondusif, mengingat stabilitas regional dinilai berpengaruh langsung terhadap kerja sama ekonomi, perdagangan, dan pembangunan lintas negara. Wang Yi pun mendorong kedua negara untuk tidak berhenti pada kesepakatan awal, melainkan secara bertahap mewujudkan gencatan senjata yang menyeluruh dan berkelanjutan.

Selain itu, ia mengingatkan pentingnya pemulihan hubungan bilateral, pembangunan kembali kepercayaan politik dan militer, serta upaya pencegahan eskalasi lanjutan di wilayah perbatasan. China, lanjut Wang Yi, mendukung peran ASEAN dan menyatakan kesiapan membantu misi pengamat ASEAN dalam memantau implementasi kesepakatan gencatan senjata tersebut.

Di sisi kemanusiaan, Wang Yi juga menyampaikan bahwa China akan menyalurkan bantuan kemanusiaan kepada Kamboja, khususnya untuk membantu penanganan warga yang terdampak dan mengungsi akibat konflik bersenjata di wilayah perbatasan. Ia berharap Kamboja terus meningkatkan perlindungan terhadap warga negara dan proyek-proyek China yang berada di negara tersebut.

Sementara itu, Prak Sokhonn menyampaikan apresiasi tinggi terhadap peran aktif China dalam mendorong tercapainya gencatan senjata. Menurutnya, keterlibatan China tidak hanya bersifat simbolik, tetapi juga konkret melalui berbagai mekanisme diplomasi.

“Berkat upaya bersama China dan berbagai pihak, Kamboja dan Thailand telah menyelenggarakan sidang Komite Perbatasan Bersama, dan militer kedua negara menandatangani perjanjian gencatan senjata,” kata Prak Sokhonn.

Ke depan, Prak Sokhonn menegaskan kesiapan Kamboja untuk bekerja sama dengan Thailand dalam melaksanakan seluruh isi perjanjian, memanfaatkan berbagai forum dialog, serta membangun kembali rasa saling percaya, baik di tingkat pemerintahan maupun militer.

“Hal ini sangat penting bagi pemulihan interaksi bilateral, normalisasi hubungan, serta penyelesaian awal persoalan perbatasan. Kamboja menantikan terwujudnya perdamaian secepat mungkin dan berharap pertemuan tiga pihak kali ini dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan perdamaian yang berkelanjutan,” ujar Prak Sokhonn.

Selain membahas konflik perbatasan, kedua negara juga bertukar pandangan mengenai hubungan bilateral China–Kamboja. Keduanya sepakat bahwa pembangunan komunitas China–Kamboja dengan masa depan bersama terus menunjukkan kemajuan positif. Kamboja menegaskan komitmennya terhadap prinsip “Satu China” serta dukungan terhadap upaya penyatuan kembali China.

Sebagai bagian dari tindak lanjut, Wang Yi dijadwalkan bertemu dengan Menteri Luar Negeri Thailand Sihasak Phuangketkeow di Yunnan pada 28–29 Desember 2025 bersama perwakilan militer dari ketiga negara. China menegaskan komitmennya untuk terus memainkan peran konstruktif dalam menjaga perdamaian kawasan.

Gencatan senjata yang disepakati Kamboja dan Thailand mencakup penghentian seluruh aksi permusuhan, pembatasan pergerakan pasukan, serta kesepakatan mempertahankan jumlah personel di wilayah perbatasan. Meski situasi dilaporkan relatif tenang, dampak konflik yang menewaskan sekitar 99 orang selama 20 hari bentrokan masih menjadi perhatian serius komunitas regional. []

Diyan Febriana Citra.

Bagikan:
Internasional