PALANGKA RAYA – Seorang nenek bernama Menie binti Lui warga dari Desa Mirah Kalanaman, Kabupaten Katingan, Provinsi Kalimantan Tengah, ditahan aparat kepolisian karena dituduh PT Bumi Hutani Lestasi mencuri buah sawit.
Padahal buah sawit tersebut berada di lahan seluas 60 hektar milik perempuan berusia 58 tahun itu karena ditanami secara sepihak ditanami PT BHL sejak tahun 2009, kata perwakilan Konsorsium Lembaga Swadaya Masyarakat (Kalteng) selaku kuasa hukum Menie, Tjiwie Sjamsuddin SH di Palangka Raya, Selasa (03/11).
“Sertifikat memang belum ada, tapi Berita Acara Pengukuran Tanah sebagai dasar pembuatan Surat Pernyataan Keterangan Tanah (SPKT) telah diterbitkan Kepala Desa Mirah Kalanaman Kabupaten Katingan sejak tahun 2008,” tambahnya.
Awal mula munculnya kasus tuduhan pencurian tersebut ketika PT BHL di tahun 2009 secara sepihak menanam sawit di lahan seluas 40 hektar dari 60 hektar milik Menie.
Penanaman sawit tersebut sempat diprotes Menie, namun karena pihak perusahaan menawarkan kerjasama bagi hasil, akhirnya dibiarkan.
Beberapa tahun kemudian tanaman sawit tersebut pun berbuah dan PT BHL melakukan pemanenan.
Setelah beberapa kali PT BHL memanen, namun nenek tersebut tidak kunjung menerima hasil dari penjualan buah sawit tersebut.
“Tidak terima perbuatan PT BHL, Menie memberitahukan kepada PT BHL akan memanen sendiri buah sawitnya. Hasil panen tersebut dijual kepada Sujadi warga Desa Damar Makmur dengan bukti surat pernyataan penjualan bermaterai,” terang Tjiwie.
Dia menyebut surat pernyataan jual beli tersebut dibuat pada 31 Agustus 2015 dan disampaikan kepada salah satu manajer PT BHL dengan bukti ada paraf tanda mengetahui tertanggal 8 September 2015.
Kuasa Hukum Menie ini menyesalkan tindakan aparat Polres Katingan yang langsung melakukan penahanan tanpa melihat permasalahannya secara menyeluruh, dan kesannya hanya memihak kepada PT BHL.
“Seharusnya ini kasus perdata bukan pidana, karena buah sawit yang dituduh dicuri tersebut di lahan milik Menie dan tidak pernah dibeli oleh PT BHL. Jangan karena masyarakat kecil yang tidak mengerti hukum, polisi bersikap arogan dan asal menahan saja,” kata Tjiwie.
Berdasarkan surat perintah penahanan nomor SP.Han/28/X/2015/Reskrim yang diterbitkan Polres Katingan, perempuan suku Dayak yang bekerja sebagai petani tersebut di tahan di rumah Tahanan Negara Polsek Katingan Hilir selama 20 hari terhitung per 27 Oktober 2015 sampai 15 November 2015.
Konsorsium Lembaga Swadaya Kalteng selaku Kuasa Hukum Menie pun meminta pihak polres Katingan melakukan penangguhan penanganan karena yang bersangkutan sudah tua, seorang janda dan tulang punggung keluarga.
Konsorsium yang merupakan gabungan dari LSM Perak diketuai Tjiwie Sjamsudin SH, Kalteng Watch diketuai Men Gumpul dan LPPL Kalteng diketuai Rudhye HK, memberikan jaminan bahwa nenek tersebut tidak akan melarikan diri dan menghilangkan barang bukti, serta selalu hadir setiap dipanggil pihak kepolisian.
“Tapi sampai sekarang penangguhan terhadap Menie tidak kunjung disetujui. Kami mempertanyakan sikap Polres Katingan,” demikian Tjiwie. [] ANT