GUNUNG Everest, puncak tertinggi di dunia dan salah satu puncak impian bagi setiap pendaki gunung, menghadapi masalah yang lebih berat daripada longsoran dan penipisan es.
Masalah tersebut adalah bertebarannya berton-ton sampah dan lebih dari 200 jasad pendaki dan etnis Sherpa yang tersebar di sepanjang lereng gunung sejak Sir George Mallory mendaki Everest pada 1920-an.
Jasad-jasad membeku yang masih dalam posisi yang sama saat mereka mati itu menjadi saksi beku dari pendakian Everest yang mematikan.
Sejak 1953, ketika Sir Edmund Hillary dan Tenzing Norgay menjadi yang pertama mencapai puncak, Everest telah ‘ditaklukkan’ lebih dari 7.000 kali oleh 4.000 orang, baik secara kelompok maupun individu.
Pendakian Everest, yang merupakan sumber pendapatan Nepal di sektor pariwisata yang terus tumbuh dan menarik lebih banyak pendaki dari berbagai belahan dunia, juga meninggalkan masalah sampah yang tidak berkesudahan.
Kapten MS Kohli, seorang pendaki gunung yang memimpin kelompok ekspedisi pertama India pada 1965, dengan sinis berkomentar, “Mendaki Everest terlihat seperti lelucon besar sekarang ini.” Menurut Kohli, sekarang orang menaklukkan Everest bukan karena murni mencari petualangan, tantangan dan eksplorasi.
Sementara itu psikolog Matthew Barlow dari Bangor University mengatakan, mendaki Everest sekarang membosankan dan melelahkan jika tujuannya hanya mencari adrenalin.
Rekan-rekannya yang lain setuju sambil menambahkan pergi ke daerah rendah oksigen, tidak nyaman, melelahkan, dan berisiko kematian adalah tidak masuk akal.
Tetapi bagi mereka yang telah naik dan kembali dari Himalaya, ada sesuatu yang lebih dari sekedar ego.
Billi Berling, pendaki dan wartawan mengatakan, setiap orang yang datang ke Himalaya untuk menaklukkan Everest memiliki motivasi yang berbeda. Beberapa mendaki untuk keluarga mereka, sementara yang lain berjuang untuk memenuhi hasrat pribadinya.
Terlepas dari itu semua, Sherpa dan komunitasnya harus berjuang menyingkirkan berton-ton sampah dan ratusan jasad yang tergeletak di sepanjang lereng Himalaya.
Biayanya ribuan dolar dan dibutuhkan lebih dari delapan orang untuk menggali jasad yang sudah beku. Setelah itu, mereka membawanya ke Camp Base, sehingga keluarga dapat membawa pulang jasad orang yang mereka cintai.
Namun ada juga orang yang tergerak hatinya untuk melakukan kegiatan bersih-bersih sampah setiap tahun, yang lebih sering secara tidak sengaja menemukan jasad di kedalaman salju.
Dawa Steven Sherpa, managing director Asia Trekking, mengatakan dia langsung memberikan pemakaman yang layak bagi jasad yang berada di luar zona 8.000 meter.
Hingga hari ini, tim Dawa Steven tidak hanya menaklukkan puncak Everest, tetapi juga melakukan aksi sosial untuk sesama pendaki gunung, warga lokal Nepal, dan masyarakat pendaki seluruhnya. [] WK