PONTIANAK– Gubernur Kalbar, Drs. Cornelis, MH mengatakan dalam kegiatan Konsultasi Publik ini dalam rangka kita ingin menyelamatkan dunia. Terutama dengan menyelamatkan hutan, terutama hutan tropis.
“Hutan itu bernapas, bukan saja manusia, kita diperintahkan untuk menjaga hutan,’’ujar Cornelis disela-sela Konsultasi Publik di Hotel Mercure, Kamis (11/8) yang diselenggarakan oleh BLH kalbar.
Menurutnya, di negara-negara Eropa sudah tidak ada lagi hutan tropis yang asli, kecuali negara Brazil hutan masih asli. Negara Eropa sendiri sebenarnya yang merusak hutan, namun anehnya kita dituduh merusak hutan karena menanam sawit yang menghasilkan CPO.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi Kalbar, Drs. H. M Zeet Hamdy Assovie, menyatakan, Kalbar merupakan provinsi yang mempunyai hutan sangat luas yaitu mencapai 8 juta hektare.
Kalbar juga telah menyusun dokumen strategi dan rencana aksi provinsi (SRAP) REDD+ yang merupakan dokumen awal yang bersifat dinamis, disesuaikan dengan perkembangan aspirasi masyarakat dan kebijakan yang berhubungan dengan implementasi REDD+.
“Dimana dokumen tersebut juga digunakan sebagai acuan bagi implementasi REDD+ ditingkat kabupaten kota, untuk menjamin pencapaian target penurunan emisi dengan menggunakan strategi yang tepat guna memungkinkan terciptanya sistem tata kelola, regulasi dan administrasi yang efektif, akuntabel serta inklusif bagi implementasi REDD+,” ujarnya saat membuka acara Konsultasi Publik Perhitungan Forest Reference Emision Level (FREL) Provinsi Kalbar, di Hotel Mercure, Kamis (11/8/2016).
Sekda menjelaskan, FREL merupakan tingkat emisi perubahan lahan hutan yang digunakan sebagai acuan kinerja penurunan emisi, dalam implementasi REDD+, dan FREL merupakan basis dalam mengukur kinerja pengurangan emisi, dan kerusakan hutan.
“Nantinya menjadi landasan untuk memperoleh insentif terhadap kinerja penurunan emisi di Indonesia dalam aktivitas REDD+,” ucapnya.
Sedangkan untuk dapat menghitung tingkat emisi dan tren penurunannya dari tahun ketahun, menurut Sekda membutuhkan acuan sebagai dasar perhitungan. Oleh karenanya diperlukan perhitungan PREL, dimana kelas tutupan lahan yang digunakan dalam penyusunan FREL adalah 23 kelas tutupan lahan.
“Ini telah disesuaikan dengan kelas tutupan lahan dari IPCC sebanyak 6 kelas, yang menurut IPCC meliputi hutan, perkebunan, alang-alang, lahan basah, pemukiman dan lahan terbuka, dan angka-angka FREL tersebut telah dilaunching ke publik yang menandakan bahwa Kalimantan Barat sebagai salah satu provinsi di Indonesia telah siap dengan data Deforestasi dan degradasi hutan di tingkat provinsi,” katanya.(Rachmat Effendi/Masrun)