Pemkot Rapat bersama kontraktor, bahas persoalan pembayaran proyek yang sudah di Lelang

Pemkot Rapat bersama kontraktor, bahas persoalan pembayaran proyek yang sudah di Lelang

Sehubungan dengan keuangan Pemerintah Kota Balikpapan mengalami defisit, Pemerintah kota  melakukan  pertemuan tertutup dengan para kontraktor. Pertemuan itu direncanakan digelar , Senin, 5/9/2016.

Balikpapan Defisit APBD Rp 35 Miliar
Ilustrasi

mengatakan pertemuan itu akan membahas kondisi keuangan Balikpapan dan masalah pembangunan dengan kontrator.

“Kita akan ketemu kontraktor untuk menyampaikan kondisi keuangan yang saat ini defisit,” ujar Rizal. Ia meminta insan pers untuk tidak ikut selama pertemuan berlangsung.

Pembahasan yang akan dilakukan dengan kontraktor, ujarnya, ada dua opsi yang ditawarkan. Yakni antara menunda pembayaran atau putus kontrak.

“Kalau kontraktor mau terus jalan, pembayarannya tahun depan. Kalau tidak, dipersilakan putus.”

Sebelumnya diberitakan, krisis keuangan akan terus berlanjut sampai tahun 2017. Bahkan tahun depan dirinya memprediksi dana transfer dari pusat akan dipangkas lagi. Terpaksa pemkot menghentikan proyek pembangunan fisik di tahun mendatang.

“Karena uang tidak ada di 2016, maka tahun 2017 juga uang tidak ada. Catatan sementara 2017 tidak akan bangunan fisik sama sekali,” kata Walikota Rizal.

Sebelum nya para kontraktor sempat mengacam akan menggugat pemkot jika kontrak pelaksanaan proyek yang telah mereka kerjakan di putus.

Menanggapi hal itu  itu, pengamat hukum Balikpapan, DR. Piatur Pangaribuan mengaku miris dengan kondisi yang dialami Balikpapan. “Pemkot dilema. Bagai makan buah simalakama. Mau makan ayah atau ibu,” ujar Piatur  Sabtu, 3/9/2016 petang.

Menurutnya, kondisi keuangan Balikpapan sekarang sudah masuk dalam kondisi darurat. Krisis bukan dikehendaki dan bukan disebabkan Balikpapan, melainkan kejadian darurat yang dialami seluruh daerah. “Ini sudah jadi persoalan nasional.”

Jadi, lanjut Piatur, bila memang Pemkot terpaksa memutus kontrak kontraktor atas sejumlah proyek seharusnya ada klausul force majeure atau  suatu kejadian terjadi di luar kemampuan  manusia dan tidak dapat dihindarkan sehingga suatu kegiatan tidak dapat dilaksanakan atau tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Yang bisa membebaskan Pemkot. Di sinilah, katanya, dibutuhkan kelapangan hati para kontraktor. Pemutusuan hubungan sudah di luar kemampuan Pemkot.

“Kalau proyek tetap dilanjutkan uangnya dikucur dari mana. Dipaksakan malah timbulkan masalah lebih besar,” ujarnya. Dalam perspektif bisnis lebih baik dihentikan untuk memperkecil kerugian. Jika diteruskan berpotensi mangkrak dan malah tambah rugi. Tetapi kalau tidak dibayar dan diputus, bisa menimbulkan gejolak sosial. Hal inilah yang membuat Pemkot bagai makan buah simalakama.

Dirinya mengusulkan agar kedua belah pihak memanfaatkan kemanfaatan hukum sebagai satu celah win-win solution. “Sekarang kontraktor mengalah karena memang Pemkot tidak ada uang. Tetapi dibuat perjanjian tertulis, kalau kondisi sudah stabil, para kontraktor yang mengalah ini nanti diutamakan,” sarannya.

Meski demikian ia juga meyakini cara tersebut belum tentu diterima kontraktor. Sebabnya, kontraktor memiliki sub kon dan lapisan bawah lagi. Seperti pekerja bangunan, matrial, dan segala macam yang terkait. “Itu semua juga membutuhkan uang. Apalagi kalau kontraktornya sudah keluar uang. Ini memang sangat pelik. Maka aspek sosiologis dan saling memahami harus betul-betul dikedepankan.”

Kontraktor perlu berbesar hati dan pemkot harus tahu diri. Bagaimana jika tetap digugat? Piatur yakin, kontraktor bakal menang. “Tetapi menang di atas kertas. Sita aset pun tidak mungkin. Uang tidak ada. Satu-satunya jalan, sama-sama saling memahami.”

Serba-Serbi