PONTIANAK-Untuk memperjelas status kepemilikan tanah yang berlokasi di Jalan Mayor Alianyang, Desa Sungai Raya, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, melalui Pjs. Kepala Seksi Permasalahan dan Sengketa Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Kalimantan Barat, pernah memanggil Dadang Teguh Raharjo, SH yang tak lain mantan karyawan PT. BRU, beberapa waktu yang lalu.
Dasar pemanggilan tersebut, dikarenakan ada pihak lain yakni ahli waris Almarhumah Hj. Mastoerah Binti Goesti Yoenoes yang merasa pemilik sah tanah yang kemudian beralih nama sertifikat Dadang Teguh Raharjo, SH dengan SHM No.5941/1992 dan SHM. 5942/1992. Padahal ahli waris tidak pernah memperjual belikan kepada pihak lain, bahkan tidak ada bukti apapun termasuk akte jual beli.
“Saya heran dari mana asal-asul kok bisa tanah yang jelas-jelas milik ahli waris Almarhumah Hj. Mastoerah Binti Goesti Yoenoes, bisa berganti hak milik ke orang lain, saya sudah cek di Kanwil BPN Kalbar tidak ada yang namanya SK penerbitan sertifikat SHM. 5941 maupun 5942,’’kata Sentot Subarjo, kuasa pengurus ahli waris Hj. Mastoerah Binti Goesti Yoenoes, kepada beritaborneo.com, Minggu (21/5).
Terkait dengan kasus ini, dirinya mengapresiasi Menteri ATR/BPN RI, Sofyan Djalil yang telah membentuk tim sapu bersih mafia tanah dengan menggandeng Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) dengan melakukan MoU pada (17/3) silam.
Sementara itu, berdasarkan hasil kajian penyampaian secara lisan yang didapatkan langsung dari Pjs. Kepala Seksi Permasalahan dan Sengketa Kanwil BPN Kalbar, Erpan Effendi, SH, mengatakan bahwa berdasarkan dari hasil pemanggilan pemilik pertama Sertipikat Hak Milik Nomor : 5941/1992 Desa Sui Raya dan Sertipikat Hak Milik Nomor : 5942/1992 Desa Sui Raya yang keduanya atas nama Dadang Teguh Raharjo, SH.
“Didapatkan pengakuan yang mengejutkan dari Dadang Teguh Raharjo, yang mengaku tidak pernah merasa memiliki, apalagi secara fisik menghadap notaris untuk keperluan jual beli tanah SHM. 5941 dan SHM. 5942,’’terang Erpan Effendi, SH, Pjs. Kepala Seksi Permasalahan dan Sengketa pada Kanwil BPN Kalbar.
Menurutnya, Dadang Teguh Raharjo, SH sudah membuat surat pernyataan yang bersangkutan tidak merasa memiliki tanah tersebut. “Beliau keberatan dengan diterbitkannya Sertipikat Hak Milik No. 5941/1992 dan No. 5942/1992 Desa Sui Raya atas nama dirinya, bahkan Istrinya juga menyangkal dan bersumpah tidak pernah berhadapan secara fisik didepan notaris untuk membuat Akta Notaris pelepasan hak atas tanah tersebut,’’ujarnya, ketika ditemui wartawan beritaborneo.com.
Kata Erpan Effendi, SH, Dadang Teguh Raharjo,SH pada tanggal 11 April 2007 sudah membuat permohonan pembatalan Sertipikat Hak Milik Nomor : 5941/1992 dan Sertpikat Hak Milik Nomor : 5942/1992 atas nama Saudara Dadang Teguh Raharjo, SH pada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Barat.
Dari hasil pengecekan dan pemeriksaan dibidang kearsipan pada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Barat bahwa Surat Keputusan P(SK) Kanwil yang dikeluarkan pada tahun 1992 tidak pernah terdaftar/tidak pernah diterbitkan (fiktif), yaitu Surat Keputusan (SK) Sertipikat sebagai berikut, SHM Nomor : 5997 Desa Sui Raya, Gambar Situasi Nomor : 8678/1992 seluas 46.746 M2 tanggal 21 November 1992 terakhir atas nama Ny. Antje.
SHM Nomor : 5940 Desa Sui Raya,Gambar Situasi Nomor: 8683/1992 seluas 75.865 M2 tanggal 3 Nopember 1992 terakhir atas nama Ny. Liyanti Feli, dan SHM Nomor : 5942 Desa Sui Raya, Gambar Situsasi No: 8681/1992 seluas 13.979 M2 tanggal 3 Nopember 1992 terakhir atas nama Ny. Antje.
SHM Nomor : 5941 Desa Sui Raya, Gambar Situasi Nomor : 8680/1992 seluas 72.921 M2 terakhir atas nama Ny. Liyanti Feli.
“Sertifikat-sertifikat tersebut diatas diterbitkan berdasarkan SK yang tidak pernah dikeluarkan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Barat alias fiktif,’’tegas Sentot Subarjo lagi.
Dengan demikian berdasarkan fakta-fakta yang jelas dan terang benderang, Sentot Subarjo memohon sekiranya Bapak Menteri Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dapat dengan segera atau setidaknya melakukan gelar perkara permasalahan ini agar segera dapat untuk mencabut atau membatalkan sertifikat-sertifikat tersebut diatas.(Rac)