PARLEMENTARIA DPRD KALTIM – Dalam Rapat Paripurna ke-37 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim) dengan agenda pandangan umum fraksi-fraksi terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Tahun 2022-2024, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) mengajukan lima pertanyaan.
Dalam naskah pandangan umum yang dibacakan Herliana Yanti, anggota F-PDIP dari daerah pemilihan Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Paser itu, pertama, fraksi partai berlambang banteng hitam bermoncong putih tersebut mengajukan pertanyaan seputar dampak RTRW Kaltim yang dikhawatirkan akan menghambat investasi di semua bidang.
“Kalimantan Timur diputuskan menjadi Ibu Kota Negara, investor di berbagai bidang pembangunan menyatakan minatnya untuk berinvestasi, sehingga Rencana Tata Ruang Wilayah menjadi salah satu peraturan yang dapat menghambat iklim Investasi di semua bidang di Provinsi Kalimantan. Mohon Penjelasan!” ujar anggota Komisi I DPRD Kaltim ini, Selasa (13/09/2022).
Kedua, lanjut dia, F-PDIP mempertanyakan soal dampak program pengurangan emisi gas rumah kaca (emission reduction payment agreement) dan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim terhadap tata kelola hutan dan lahan daerah, serta tantangan dalam implementasinya, apakah dapat menghambat penyusunan Raperda RTRWP Tahun 2022-2042.
“Kalimantan Timur mempercepat transformasi perekonomian ke sumber daya terbarukan, mengintegrasikan dan berkomitmen mengalokasikan pendanaan pembangunan rendah karbon, mencakup pengurangan emisi gas rumah kaca serta mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Program pengurangan emisi membawa perbaikan terhadap tata kelola hutan dan lahan, namun terdapat tantangan. Apakah uraian tersebut menjadi penghalang?” papar Herliana Yanti.
Ketiga, F-PDIP meminta penjelasan tentang penyusunan Raperda RTRWP tahun 2022-2042 yang memerlukan sinkronisasi dengan daerah kabupaten kota di Kaltim, terkait perkembangan daerah, penduduk, pertumbuhan ekonomi, serta serta tapal batas agar tidak ada lagi sengketa mengenai tapal batas yang selama ini terjadi.
“Empat, banyak permasalahan penguasaan lahan, konflik lahan, serta pengendalian pemanfaatan ruang. Oleh sebab itu perlu adanya koordinasi dan sinkronisasi antara pemerintah provinsi dan KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, red) serta lainnya agar tercipta harmonisasi antar aturan yang diciptakan, sehingga rencana alokasi dan luasan pemanfaatan ruang tidak tumpang tindih, mohon penjelasan?” papar anggota Badan Musyawarah ini.
Terakhir, dengan telah disahkan Peraturan Daerah Kaltim Nomor 1 tahun 2015 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat di Kaltim, F-PDIP mengingatkan kembali dan memohon penjelasan terkait penyusunan Raperda RTRWP Tahun 2022-2042 yang melibatkan stake holder terkait tanah adat dan masyarakat adat.
Reporter: Fitrah Sukirman
Penyunting: Hadi Purnomo