PARLEMENTARIA KALTIM – Merebaknya isu praktek nikah siri para pekerja proyek konstruksi di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) sampai ke telinga Wakil Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Hj. Puji Setyowati.
Persoalan ini mencuat kali pertama setelah salah seorang ustadz menyampaikan kepada Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) PPU, bahwa dirinya didatangi banyak pekerja IKN yang minta dinikahkan siri dengan alasan daripada zina. Padahal diketahui pekerja tersebut punya istri di daerah asalnya.
Menanggapi hal itu, Puji Setyowati berharap para penghulu atau ustadz yang akan menikahkan secara siri para pekerja di proyek IKN Nusantara melakukan koordinasi terlebih dahulu dengan kepala atau bagian yang membawahi ketenagakerjaan di perusahaannya tempat mereka bekerja.
“Sebagai anggota DPRD Provinsi Kaltim dari Komisi IV, kami mohon penghulu atau ustaz yang didatangi oleh para pekerja dari luar yang saat ini bekerja di IKN terlebih dahulu berkoordinasi dengan kepala atau bagian yang membawahi ketenagakerjaan di perusahaannya untuk meminta kejelasan tentang status dari tenaga kerja yang ingin dinikahkan secara siri,” himbau politisi Partai Demokrat ini, saat ditemui awak media usai melaksanakan Sosialisasi Perda (Sosper) di Rt 09 Kelurahan Makroman, Samarinda. Jumat (14/04/2023).
Wakil rakyat yang juga duduk di posisi anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kaltim ini menegaskan dirinya tidak bisa melarang terjadinya pernikahan siri. Memang pernikahan siri sah secara agama Islam namun tidak memiliki dokumen identitas pernikahan, berupa kutipan akta nikah. Perkawinannya tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama. Akibatnya, status pernikahan tidak jelas keabsahannya.
“Kita membolehkan siapa saja menikah dengan cara siri boleh, dengan catatan laki-laki dan perempuannya sama-sama tidak terikat dalam perkawinan. Apakah masih gadis perempuannya dan laki-lakinya perjaka atau duda, kita membolehkan karena hukum kita juga boleh, meskipun secara negara tidak diakui dan status pernikahannya tidak jelas keabsahannya,” terang Puji.
Perempuan kelahiran Kuto Arje, 28 April 1963 ini mengakui bahwa fenomena maraknya pernikahan siri menjadi salah satu dampak sosial dari berdirinya IKN Nusantara. Saat ini ada ribuan pekerja yang tengah melaksanakan proyek pembangunan IKN. Mayoritas pekerja itu berasal dari luar daerah dan tidak didampingi istri. Berbulan-bulan tidak pulang ke rumah tentu melahirkan tuntutan biologis yang harus disalurkan.
“Langkah mudahnya para pekerja ini mendatangi ustadz atau penghulu minta dinikahkan secara siri dengan perempuan lokal. Di sini saya berharap kebijaksanaan penghulu untuk melihat dulu apakah lelakinya masih terikat pernikahan dengan orang lain. Kalau dia sudah punya istri maka harus mendapatkan izin dari istrinya, agar tidak menimbulkan permasalahan hukum di belakangnya,” paparnya.
Ia juga berharap peran aktif Kementerian Agama setempat untuk melakukan pendataan dan berkomunikasi dengan pimpinan proyek di IKN. Karena menurutnya, jika fenomena ini dibiarkan, maka yang paling dirugikan adalah perempuan-perempuan yang dinikahkan secara siri. Sebab mereka tidak mempunyai status hukum sebagai seseorang yang telah menikah.
“Kalau dibiarkan, akibatnya bukan hanya pada kualitas pekerjaan proyek di IKN. Tapi lebih dari itu, nanti anak-anak yang lahir dari pernikahan siri tidak mempunyai kejelasan secara hukum,” pungkasnya mengingatkan. []
Penulis: Guntur Riyandi | Penyunting: Agus P Sarjono