Tak hanya disebut menyalahi prosedur oleh Ketua DPRD Kukar Salehudin, keputusan anggota DPRD Kukar Guntur untuk memblokir sebagian jalur utama di areal perkebunan sawit milik swasta, juga memantik cibiran masyarakat.
Menurut pengamat hukum dari Universitas Widya Gama Mahakam (UWGM) Samarinda Prof Agus Santoso, aksi “koboi” seperti ini mestinya tak dilakukan oleh orang yang notabene duduk di kursi wakil rakyat. Karena ini menjadi contoh yang sangat tidak baik.
“Seharusnya persoalan sengketa lahan tersebut diadukan saja ke polisi. Delik aduannya disampaikan penyidik supaya bisa dituntut ke ranah yang lebih tinggi (pengadilan),” imbaunya.
Dosen yang juga mengajar pendidikan antikorupsi ini mengatakan, penghentian aktivitas perusahaan dengan mengerahkan masyarakat untuk memblokir paksa, tak ada bedanya dengan aksi premanisme jalanan.
“Itu premanisme namanya, perlu dicegah, karena bisa terjadi keributan jika didiamkan saja,” tegasnya.
Status kepemilikan lahan yang dimiliki oleh Guntur kata dia, juga harus jelas, walaupun ada bukti tanam tumbuh namun harus tetap dilampiri dengan surat kelengkapan kepemilikan.
“Harus ada ditunjukkan fisiknya seperti surat, agar bisa dibuktikan secara hukum. Dari ketua RT atau lurah bisa juga dari kepala desa,” terangnya.
Dia menyebutkan, sebagai wakil rakyat harusnya Guntur memiliki etika, apalagi sebelum menjabat anggota DPRD, dia telah disumpah.
“Tindakan ini jelas menyalahi aturan, harusnya tidak dilakukan oleh Guntur karena berstatus anggota DPRD. Karena profesi tersebut akan melekat walaupun di luar waktu kerjanya,” jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, terjadi pemblokiran 22 titik jalan poros utama di perkebunan sawit PT Sasana Yudha Bhakti (SYB), anak perusahaan PT Rea Kaltim di Desa Buluq Sen-Gunung Sari, Kecamatan Tabang. Firmansyah Leo, tokoh warga setempat menyebut, ada konflik antara perusahaan dan Guntur, yakni masalah ganti rugi lahan yang tak tuntas, dan akhirnya berujung pada aksi itu.
Belakangan, ini menjadi isu hangat, karena secara tidak langsung berdampak pada kredibilitas institusi DPRD Kukar. Pasalnya, sebagian warga merasa kecewa, karena wakil rakyat yang dipilih justru mengecewakan mereka dengan aksi “koboi” itu.
Apalagi, akibatnya ada ribuan ton sawit hasil panen yang membusuk karena tak bisa dibawa ke pabrik. Dampak lainnya, seribu lebih pekerja perusahaan merana, karena disebut tak bisa bekerja, sementara sebagian besar mereka dibayar harian.
YAKIN TAK SALAH
Guntur ketika dikonfirmasi media ini Selasa (17/6) kemarin, kembali menegaskan tindakan pemblokiran yang dia lakukan bukan membawa nama lembaga DPRD, namun sebagai pemilik lahan.
“Empat kali saya diundang saat rapat (kapasitas) saya adalah pemilik lahan,” jelasnya.
Dia lantas memaparkan, persoalan sengketa lahan antara sebagian warga dengan perusahaan ini, sudah lama terjadi. Hampir empat tahun, dan dia merasa kasus tersebut hanya didiamkan oleh manajemen PT Rea Kaltim.
“Terakhir kali dilakukan survei bersama unsur Muspida yang terdiri dari perwakilan Koramil dan Kapolsek Tabang. Namun saat kami blokir seperti ini pun, tetap didiamkan perusahaan,” terangnya.
Solusi yang ditawarkan dalam persoalan ini, Guntur mendesak perusahaan mengganti rugi dan bisa mengajak warga yang terlibat sengketa lahan, duduk bersama. Apalagi katanya, ada beberapa lahan warga yang sudah tergusur tanaman sawit perusahaan.
“Tawar-menawar harga sebenarnya juga sudah beberapa kali berlangsung namun tak ada hasil, karena terus diulur perusahaan,” ujarnya.
Guntur kembali membela diri, bahwa pemblokiran yang dia lakukan di lahannya, tak sampai mengganggu aktivitas perusahaan dan warga lainnya yang mengerjakan jatah plasma sawit.
“Produksi Rea Kaltim tetap berjalan, pemblokiran ini sama sekali tak ada masalah,” ucapnya.
Dia menyebut, dari sekitar 20 hektare lahan yang menjadi masalah tumpang tindih lahan dengan perusahaan tersebut, 15 hektare di antaranya adalah miliknya. Dan menurut Guntur, data ini pun hasil pemetaan perusahaan sendiri.
“Sebenarnya perusahaan tahu persis persoalan lahan ini,” jelasnya.
Disinggung soal kepemilikan legalitas atas lahan tersebut, Guntur membenarkan, bukti hanya berupa tanam tumbuh. Namun dia menyebut, perumahan masyarakat di sana saja tak satu pun yang memiliki surat pembuktian.
“Pembuktian lahan di sini misalnya atas saksi milik si A dan si B saja, dan tanam tumbuh,” tutupnya.
Sementara, kemarin, Bupati Kukar Rita Widyasari kembali menjamin, bahwa persoalan yang mempertaruhkan citra kemudahan investasi di Kukar itu, akan selesai dengan cepat.
“Pemkab Kukar segera melakukan penanganan penyelesaian masalah ini,” sebutnya. [] RedFj/KP