JAKARTA – Anggota Komisi X DPR RI Muhamad Nur Purnamasidi menilai gagasan untuk memperbolehkan mahasiswa membayaruang kuliah tunggal (UKT) dengan pinjaman online (pinjol) bukan merupakan solusi yang tepat dalam mengatasi mahalnya biaya pendidikan tinggi. Sebagaimana dilansir dari Solopos.com, menurut Nur, pembayaran UKT menggunakan pinjol justru menjerumuskan mahasiswa ke dalam masalah.
“Menurut saya, itu masalah baru. Jadi, solusi dari kesulitan mahasiswa kita membayar UKT dengan mengandalkan pinjol itu menurut saya bukan solusi, itu malah menjerumuskan mahasiswa kita ke dalam masalah yang makin dalam,” kata dia dalam video singkat, sebagaimana dipantau melalui kanal YouTube TVR Parlemen di Jakarta, Jumat (12/7/2024) seperti dilansir Antaranews.
Untuk mengatasi persoalan pembiayaan pendidikan yang dinilai mahal oleh beberapa pihak, menurut dia, langkah yang perlu dilakukan pemerintah adalah memastikan anggaran pendidikan dari APBN benar-benar sesuai dengan amanat konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang ada. Ia menilai saat ini cadangan anggaran pendidikan justru digunakan untuk sekolah kedinasan.
“Kita masih punya banyak cadangan anggaran pendidikan yang diperuntukkan bagi kepentingan pendidikan yang secara tidak langsung. Misalnya, kedinasan-kedinasan,” ucapnya. Pasal 49 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa dana pendidikan, selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan, dialokasikan minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa 20 persen anggaran pendidikan itu tidak seharusnya digunakan untuk pembiayaan sekolah kedinasan. Sebelumnya, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy secara tegas mendukung usulan untuk memberikan pinjaman dana biaya kuliah kepada mahasiswa dengan melibatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Selain itu, Muhadjir juga menyatakan bahwa ia tidak masalah dengan penggunaan pinjaman online (pinjol) sebagai bentuk inisiatif lain yang dapat memberikan manfaat besar bagi mahasiswa. “Pokoknya semua inisiatif baik untuk membantu kesulitan mahasiswa harus kita dukung, termasuk pinjol,” kata Muhadjir di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (2/7/2024).
Ia tidak merasa khawatir tentang penggunaan pinjaman online yang digunakan masyarakat untuk biaya perkuliahan. Baginya, hal tersebut adalah upaya yang sah, selama bantuan tersebut diselenggarakan secara resmi dan tetap dapat dipertanggungjawabkan dengan transparan. Ia juga menegaskan bahwa penggunaan dana melalui pinjaman online tidak merugikan mahasiswa, maka langkah tersebut dapat diterima. “Asal itu resmi dan bisa dipertanggungjawabkan, transparan dan dipastikan tidak akan merugikan mahasiswa, kenapa tidak begitu?” katanya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa Dewan Pengawas Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) saat ini tengah menyiapkan bantuan pinjaman biaya pendidikan bunga rendah untuk mahasiswa (student loan) yang digunakan untuk membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT). Namun skema beserta aturan student loan tersebut masih dalam tahap pengkajian.
“Saat ini, terkait dengan adanya mahasiswa yang masih membutuhkan pinjaman kita sekarang sedang membahas dengan Dewan Pengawas LPDP meminta untuk mengembangkan student loan,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers KSSK di Jakarta, Selasa (30/1/2024). Hal tersebut ia sampaikan sebagai tanggapan terkait isu pinjaman daring (pinjol) yang digunakan untuk membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Sri Mulyani merincikan, student loan nantinya akan menyasar para mahasiswa yang tidak memiliki kemampuan secara ekonomi untuk membayar uang kuliah. Sumber dana student loan akan dialokasikan dari dana abadi yang tersedia pada progam LPDP. Dibuatnya skema tersebut menurut Sri Mulyani, sangat diperlukan lantaran akses pendidikan harus dapat dinikmati oleh semua masyarakat. Oleh karena itu student loan dirancang agar biaya pendidikan tidak terlalu membebani para mahasiswa.
Namun ia mewanti-wanti agar student loan tak mengalami gagal bayar seperti yang terjadi di Amerika Serikat (AS) sehingga berujung pada pinjaman yang justru membebani mahasiswa. “Kami sudah membahas dengan perbankan, LPDP nanti akan merumuskan bagaimana affordability pinjaman itu [student loan]. Sehingga tidak memberatkan mahasiswa, tapi tetap mencegah terjadinya moral hazard, dan tetap memberikan afirmasi terutama kepada kelompok yang tidak mampu,” ujarnya.
Lebih lanjut, Bendahara Negara itu menjelaskan bahwa sejauh ini program LPDP terus mengalami perkembangan, dari yang awalnya Rp1 triliun hingga saat ini hampir mencapai Rp139 triliun. Ditambah dengan penambahan anggaran yang mencapai Rp150 triliun. Sri Mulyani menyampaikan dalam program LPDP, banyak jendela yang dibuat antara lain dana abadi untuk penelitian, perguruan tinggi, pesantren, dan diperluas untuk pendidikan agama lainnya.
Menurutnya, dana abadi turut merespon banyak hal termasuk kebijakan yang disebut beasiswa afirmasi, terutama untuk para murid jenjang S1. “Bahkan untuk kebutuhan yang sangat spesial seperti Menteri Kesehatan ingin memperbanyak jumlah dokter spesialis. Ini selalu kami coba akomodasi,” tuturnya. []
Putri Aulia Maharani