JAKARTA – Pemimpin Hamas, Kepala Bidang Politik Ismael Haniyeh tewas saat berada di Teheran, Iran, Rabu kemarin. Sebagaimana dilansir dari CNBC Indonesia, Ia dilaporkan terbunuh dalam serangan “proyektil yang dikendalikan dari jarak jauh”, di kediamannya di ibu kota Iran tersebut sekitar pukul 02:00 dini hari waktu setempat.
Hamas dan Iran dengan tegas menunjuk Israel sebagai pelakunya. Hal ini dikhawatirkan semakin memperparah ketegangan di Timur Tengah yang memang telah membara karena serangan Israel ke Jalur Gaza sejak Oktober, membangkitkan proksi perlawanan untuk semakin agresif di kawasan. Sebenarnya, sejumlah negara dan pemimpinnya bereaksi atas peristiwa ini. Berikut rangkumannya CNBC Indonesia, Kamis (1/8/2024).
Iran Bersumpah Balas Dendam
Presiden Iran Masoud Pezeshkian berjanji membuat Israel “menyesali” pembunuhan yang dilakukan ke pemimpin politik Hamas, Ismail Haniyeh, di Teheran. Ia sendiri menyebut tindakan tersebut “pengecut”. “Republik Islam Iran akan mempertahankan integritas teritorial, kehormatan, kebanggaan, dan martabatnya,” tegasnya di laman X.
“Membuat para penyerbu teroris menyesali tindakan pengecut mereka,” tambahnya. Dalam pernyataan lengkap di media pemerintah, ia juga menyanjung mendiang Haniyeh. Menurutnya, Iran juga berduka atas kematian sosok tersebut. “Hari ini, Iran yang terkasih sedang berduka atas orang yang turut berbagi kesedihan dan kegembiraannya, pendamping setia dan bangga di jalan perlawanan, pemimpin pemberani perlawanan Palestina, martir al-Quds, Haj Ismail Haniyeh,” tambahnya dimuat Al-Jazeera.
“Kemarin saya mengangkat tangannya yang penuh kemenangan dan hari ini saya harus menguburnya di pundak saya,” ujarnya lagi. “Kemartiran adalah seni para hamba Tuhan. Ikatan antara dua negara yang bangga, Iran dan Palestina, akan lebih kuat dari sebelumnya, dan jalan perlawanan dan pembelaan bagi yang tertindas akan ditempuh lebih kuat dari sebelumnya,” jelasnya.
Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri Iran mengatakan “darah Haniyeh tidak akan pernah terbuang sia-sia”. Nasser Kanaani menyebut, ini akan semakin membuat ikatan para pejuang tak terpatahkan antara Teheran, Palestina dan kelompok perlawanan lain.
Sementara itu, mantan kepala Pasukan Garda Militer Iran (IRGC), Mohsen Rezaei, menyebut Israel akan membayar harga yang mahal atas pembunuhan Haniyeh. Ia mengatakan anggapan yang bodoh jika kematian Haniyeh dikira bisa menghentikan perlawanan, seraya menyebut Israel genk kriminal.
“Kemartiran ini menjadi bukti nyata betapa hinanya geng kriminal Tel Aviv, mulai dari membunuh wanita, anak-anak, dan orang tua Palestina, melanggar hak asasi manusia, hingga melanggar batas-batas hukum negara dan hukum internasional dengan membunuh pemimpin-pemimpin populer bangsa-bangsa,” katanya.
“Betapa bodohnya mereka yang mengira bahwa unjuk kekuatan yang hina seperti ini dapat menutupi kelemahan dan ketidakberdayaan mereka dalam konfrontasi heroik dengan anak-anak Palestina yang pemberani dan tak terkalahkan. Israel akan membayar harga yang mahal,” tambahnya.
Palestina Sebut Pengecut
Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengutuk pembunuhan Hamas Ismail Haniyeh. Sebagaimana dimuat kantor berita WAFA, ia menyebut aksi itu pengecut. “Presiden Negara Palestina Mahmoud Abbas mengutuk keras pembunuhan kepala gerakan Hamas, pemimpin besar Ismail Haniyeh, dan menganggapnya sebagai tindakan pengecut dan perkembangan yang berbahaya,” lapor laman itu.
“Yang Mulia menyerukan kepada massa dan kekuatan rakyat kita untuk bersatu, bersabar dan tabah dalam menghadapi pendudukan Israel,” tambahnya. Hal sama juga dikatakan Sekretaris Jenderal Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina, Hussein Al-Sheikh. Ia memberikan pernyataan kecaman secara terpisah.
“Kami mengecam keras dan mengutuk pembunuhan kepala Biro Politik, pemimpin nasional, Ismail Haniyeh,” tambahnya.
“Kami menganggapnya sebagai tindakan pengecut, ini mendorong kami untuk tetap lebih teguh dalam menghadapi pendudukan, dan perlunya mencapai persatuan pasukan dan faksi Palestina,” katanya.
Turki-Qatar-Mesir-Irak Beri Warning
Pemerintah Turki merupakan salah satu negara yang paling cepat memberi pernyataan. Dalam pernyataan yang dirilis Kementerian Luar Negeri Turki, negara tersebut mengutuk “pembunuhan memalukan” terhadap Haniyeh dan mengatakan hal itu bisa menyebabkan perang Gaza berlanjut ke dimensi regional. “Kami mengutuk pembunuhan terhadap pemimpin kantor politik Hamas, Ismail Haniyeh, dalam pembunuhan memalukan di Teheran,” kata kemlu Turki dimuat AFP.
“Pemerintahan (Benjamin) Netanyahu sekali lagi menunjukkan bahwa mereka tidak berniat mencapai perdamaian. Jika komunitas internasional tidak mengambil tindakan untuk menghentikan Israel, wilayah kami akan menghadapi konflik yang jauh lebih besar,” ujarnya. Hal sama juga dikatakan Erdogan, dalam keterangan setelahnya. Ia menyebut pembunuhan itu licik dan bertujuan mengintimidasi warga Palestina.
“Tindakan memalukan ini bertujuan untuk menyabotase perjuangan Palestina, perlawanan Gaza yang mulia dan perjuangan saudara-saudara Palestina kita yang adil, dan untuk mengintimidasi warga Palestina,” imbuh Erdogan dalam sebuah unggahan di media sosia.
Komentar senada juga dikatakan Qatar. Perlu diketahui negeri itu selama ini telah menjadi markas Haniyeh, yang mengasingkan diri karena konflik Gaza.
Kementerian luar negeri Qatar menyebut pembunuhan itu sebagai “kejahatan keji” dan “pembunuhan yang memalukan”. Bahkan negeri itu memperingatkan hal tersebut akan memperkeruh suasana menjadi kekacauan dan merusak perdamaian.
“Pembunuhan ini dan perilaku Israel yang ceroboh dengan terus-menerus menargetkan warga sipil di Gaza akan menyebabkan kawasan itu terjerumus ke dalam kekacauan dan merusak peluang perdamaian,” kata negeri yang kerap menjadi mediator perdamaian Gaza itu.
Sementara itu, Kementerian luar negeri Mesir mengatakan bahwa “eskalasi berbahaya” Israel dalam beberapa hari terakhir “berisiko memicu konfrontasi di kawasan itu yang dapat mengakibatkan konsekuensi keamanan yang mengerikan”. Kementerian luar negeri Irak juga menyebut pembunuhan Haniyeh sebagai “ancaman bagi keamanan dan stabilitas di kawasan”.
Amerika Serukan Ini
Amerika Serikat (AS) sekutu Israel, memberi keterangan melalui Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken. Ia mengatakan bahwa mencapai gencatan senjata dalam perang Gaza “adalah keharusan yang terus-menerus” setelah pembunuhan Haniyeh. Ia pun membantah negerinya terlibat dalam pembunuhan itu. Dikatakannya AS benar-benar tak tahu soal pembunuhan itu.
“Ini adalah sesuatu yang tidak kami ketahui atau terlibat di dalamnya,” kata diplomat tinggi AS itu. “Sangat sulit untuk berspekulasi, dan saya telah belajar selama bertahun-tahun untuk tidak pernah berspekulasi tentang dampak satu peristiwa terhadap hal lain. Jadi saya tidak dapat memberi tahu Anda apa artinya ini,” tambahnya dimuat Aljazeera mengutip Channel News Asia (CNA).
Houthi dan Hizbullah Ngamuk
Milisi penguasa Yaman, Houthi, dan kelompok bersenjata Lebanon, Hizbullah, buka suara serangan Israel yang menewaskan pemimpin Ismail Haniyeh. Hal ini dilontarkan saat kedua kelompok itu masih bersitegang dengan Tel Aviv akibat serangan ke Gaza. Anggota Biro Politik Houthi, Mohammed Ali Al Huthi, murka terhadap serangan itu seraya menyebutnya tindakan “teroris dan kriminal”. Ia menyebut serangan itu melanggar kaidah kemanusiaan dan juga aturan hukum.
“Menargetkannya adalah kejahatan teroris yang keji dan pelanggaran hukum dan nilai-nilai ideal yang mencolok,” tegasnya dalam akun X resmi yang dikutip AFP. Hal sama juga dikatakan Hizbullah. Kelompok itu juga mengecam pembunuhan Haniyeh.
Diketahui, kematian Haniyeh terjadi tak berapa lama setelah Israel melakukan serangan ke Lebanon yang diklaim menewaskan komandan senior Hizbullah, Fuad Shukr. Pembunuhan Haniyeh menguatkan tekad dan kekeraskepalaan para pejuang untuk melawan Israel,” kata kelompok itu di Telegram.
“Kami di Hizbullah berbagi dengan saudara-saudara kami yang terkasih di gerakan Hamas semua perasaan pedih atas kehilangan pemimpin besar ini,” tambahnya.
“Perasaan marah atas kejahatan musuh, perasaan bangga bahwa para pemimpin dalam gerakan kami memimpin rakyat dan mujahidin mereka menuju kesyahidan,” kata pesan kelompok itu
Hamas, Hizbullah, dan Houthi, merupakan sekutu yang bergabung dalam poros yang disebut sebagai ‘poros perlawanan’. Ketiga aliansi ini terus melakukan perlawanan terhadap sikap Israel yang terus mencaplok tanah Palestina.
Kata Rusia dan China
Rusia juga buka suara atas peristiwa pembunuhan Ismail Haniyeh. Pemerintah Presiden Vladimir Putin mengecam keras pembunuhan politik terebut. “Ini adalah pembunuhan politik yang sama sekali tidak dapat diterima,” kata Wakil Menteri Luar Negeri Mikhail Bogdanov, dikutip AFP, dari kantor berita milik pemerintah RIA Novosti.
“Dan ini akan menyebabkan peningkatan ketegangan lebih lanjut,” tambahnya. Wakil presiden majelis tinggi Dewan Federasi Rusia, Konstantin Kosachev juga memberi pernyataan. Ia memperkirakan “eskalasi kebencian bersama yang tiba-tiba” di Timur Tengah.
“Periode konfrontasi yang paling sulit sedang dimulai di kawasan ini,” tulisnya di Telegram. Hubungan Rusia dan Hamas sendiri terbilang mesra. Februari lalu, Moskow bahkan menjadi tuan rumah pertemuan Hamas dan Fatah, untuk membahas pembentukan pemerintah Palestina yang bersatu di tengah perang Israel di Gaza.
Menteri luar negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan kepada para delegasi bahwa Moskow ingin Palestina bersatu sehingga mereka dapat berunding dengan Israel. Sikap pro-Palestina juga ditujukan Putin. Dalam sebuah pernyataan resmi, Beijing mengaku pembunuhan Haniyeh merupakan sesuatu yang perlu dikutuk. Pasalnya, hal ini dapat menciptakan eskalasi lebih lanjut di wilayah Timur Tengah, yang saat ini membara akibat perang Israel-Hamas.
“China dengan tegas menentang dan mengutuk pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh di Iran. Insiden itu dapat menyebabkan ketidakstabilan regional lebih lanjut,” tulis pernyataan resmi itu dikutip Reuters.[]
Putri Aulia Maharani