Rita diyakini masih yang terkuat di ajang Pilkada 2015 nanti. Bersanding dengan siapa pun, Rita tetap bakal memenangi. Tapi jangan dikata tak ada yang berani melawan. Prediksi menang boleh saja, tapi soal rivalitas niscaya ada.
Kharisma sang ayah, Syaukani HR menjadikannya yang terkuat pada Pilkada Kukar 2010 silam. Setelah menjabat, pamornya juga meningkat. Kini siapa yang berani menjadi rivalnya? Rita Widyasari (Tengah) didampingi ibundanya Dhayang Kartini dan suami Endri Elfran Syarif.Ada ungkapan, jikapun monyet yang jadi pendamping Rita Widyasari, dia tetap bakal memenangi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) nanti. Ungkapan tersebut sering dilontarkan anggota masyarakat, menggambarkan betapa kuatnya dia untuk kembali memimpin Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) di periode 2015-2020.
Kekuatan politik Rita tak berpengaruh terhadap adanya wacana perubahan sistem pemilihan bupati dan wakil bupati mendatang. Jika dipilih melalui sistem perwakilan, Rita pasti menang, itu karena Partai Golongan Karya (Golkar), perahu politiknya, menguasai hampir separuh parlemen.
Begitu pula kalau pemilihan dilaksanakan secara langsung, potensi menangnya Rita juga tetap besar. Itu mengingat ‘layanan’ yang diberikannya melalui program Gerakan Pembangunan Rakyat Sejahtera (Gerbang Raja) selama beberapa tahun terakhir dinilai bisa ‘membius’ persepsi sebagin besar masyarakat Kukar.
Dukungan politik yang kuat, uang banyak ‘tak berseri’ serta pencitraan yang baik di mata publik menjadikan putri kedua Syaukani Hasan Rais, mantan Bupati Kukar ini tak ada lawan yang setara, jangankan mengungguli, mendekati pun tidak.
Dari kasak-kusuk, Ketua Dewan Pimpinan Dearah (DPD) Golkar Kukar ini sebenarnya mengincar posisi ‘Kalimantan Timur (Kaltim) 1’. Dan Pilkada Kukar 2015 mendatang hanya jadi batu loncatan. Dua tahun setelah terpilih, ia dipastikan ikut bertarung di Pemilihan Gubernur Kaltim tahun 2018.
Sementara pendampingnya sekarang ini, Ghufron Yusuf, dipastikan dicerai. Yang digadang jadi wakilnya nanti adalah orang-orang yang selama ini dekat dengan Rita. Mereka ini yang akrab di telinga menjadi anggota Tim 11. Mereka adalah Abdul Rasyid, Abrianto Amin, Syarkowi V Zahry dan Khairudin.
Jika Rita begitu kuat, lalu siapa yang berani melawan? Para pengamat politik di Kukar bahkan menyebut, jika memang nanti ada Pilkada, maka rival Rita tak lain adalah pasangan calon boneka.
“Itu karena belum ada yang terlihat serius menjadi lawan. Jika nekat, bukan saja harta dan tenaga yang bakal terkuras percuma, tapi nyawa juga bisa terancam,” kata Tusiman, pengamat politik dari Lingkar Dinamisasi Politik Kukar dalam sebuah diskusi lepas di Tenggarong, belum lama ini (27/8).
GERBONG BIROKRAT
Sekarang ini ada sejumlah nama yang berani unjuk gigi di publik, tetapi ia menilai masih tahap coba-coba. Salah seorangnya adalah Musyahrim, putra asli Tenggarong ini sebelumnya berniat untuk turut bertarung di Pilkada mendatang, tapi belakang ‘keok’ sebelum berperang. Kepala Dinas Pendidikan Kaltim ini tak jadi ke Kukar, sekarang memilih bertarung di Samarinda.
Lalu ada Zairin Zain. Sebenarnya birokrat yang masih aktif menjabat sebagai Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Kaltim ini tak ada nasab di Kukar. Soal pengabdiannya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), Zairin Zain juga tak pernah diketahui punya jabatan strategis di Kukar. Sebelum menjabat sebagai Kadishub, Zairin merupakan Kepala Biro Humas dan Protokol di lingkungan Sekretariat Provinsi (Setprov) Kaltim.
Namun demikian, kepada publik Zairin Zain menilai, bertarung di Kukar jauh lebih realistis ketimbang ikut maju di kancah Pemilihan Walikota (Pilwali) Samarinda yang juga tahun 2015 mendatang. “Saya lebih realistis kalau di Samarinda, karena banyak tokoh besar yang bakal maju,” ujar dia.
Untuk memuluskan di bursa pencalonan, diam-diam, sekelompok orang yang ingin menyukseskan Zairin telah terorganisasi. “Semakin banyak figur yang dipilih akan semakin baik bagi masyarakat dan tentu pilkada nantinya akan semakin berkualitas pula,” kata Anas yang mengaku sebagai tim sukses Zairin.
Satu lagi birokrat yang digadang bakal kembali ikut, setelah pada Pilkada 2010 lalu gagal menang. Adalah Edward Azran, pejabat dari Kabupaten Kutai Timur yang juga putra asli Kecamatan Sebulu, Kukar. Meski belum secara resmi menyatakan niatnya maju, tapi ada kemungkinan ia ikut kembali bertarung. Isran Noor, Bupati Kutim, disebut-sebut akan menjadi bekingnya.
Menurut pandangan Tusiman, baik Zairin Zain, Musyahrim maupun Edward Azran masih wait and see. Soal ‘amunisi’, mereka terlihat tak cukup kuat. “Kalau Pilkada nanti masih dilaksanakan secara langsung, start nya ya harus jauh hari. Sekarang saja saya kira sudah terlambat. Sementara para bakal calon ini belum turun ke masyarakat. Mereka harusmemperkenalkan programnya. Berbeda dengan Rita Widyasari. Sekarang terlihat sudah gerilya. Program Safari Syawal misalnya, dijadikan untuk mensosialisasikan keberhasilan Program Gerbang Raja yang selama ini dibawa,” paparnya.
ELITE POLITIK
Kalangan elite politik tampaknya lebih banyak mewarnai bursa pencalonan Pemilihan Bupati (Pilbup) Kukar mendatang. Di antaranya ada Yahya Anja, Wakil Ketua DPRD Kaltim dari Partai Demokrat. Lalu Ipong Muchlissoni, Ketua Dewan Pimpinan Dearah (DPD) Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindera) yang juga mantan anggota DPRD Kaltim dua periode. Ipong juga diketahui dua kali mencalon jadi Gubernur Kaltim, namun gagal.
Selain itu muncul juga nama Rudiansyah, Ketua DPD Gerindera Kukar, Ketua Dewan Pengurus Cabang (DPC) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kukar Abdul Rahman. Ada juga Andi Santo Mangapi, pengusaha batu bara yang juga mantan Ketua Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) Kukar.
Yahya Anja, secara tegas mengaku siap untuk membangun Kukar melalui Pilkada mendatang. Meski begitu, ia sadar tidak mudah mengalahkan Rita yang merupakan pengendali partai peraih suara terbanyak di Kukar pada Pemilihan Umum (Pemilu) 9 April lalu.
Soal optimisme, Yahya menyatakan, tetap ada. Meski perolehan suara Partai Demokrat minim di Kukar, tetapi kemungkinan koalisi terbuka lebar. “Perolehan suara Demokrat ‘kan jauh di bawah. Harus kerja keras memang. Kita harus lihat peta politiknya juga di sana. Jika memang dapat perahu, saya pasti maju. Kalau tidak, ya buat apa. Bukannya saya tidak mampu, tapi hitung-hitungannya harus realistis,” imbuhnya.
Yahya meyakini, banyaknya kemajuan di Kaltim selama ia duduk sebagai anggota legislatif menjadi salah satu parameter rakyat memberikan dukungan untuk maju di Pilkada Kukar. “Masyarakat di Kukar sudah cerdas menentukan pilihan. Kita lihat di Pilpres, Jokowi yang survei-nya di bawah saja bisa menang di Kukar. Kalau garis hidup menentukan jadi bupati gimana lagi,” candanya.
Sementara soal munculnya nama Ipong Muchlisoni di kancah Pilbup Kukar, cukup mengagetkan. Walau tak secara terbuka menyatakan masuk bursa pencalonan, namun informasinya tim survei sudah turun ke Kukar. Ipong disebut-sebut juga mendapatkan dukungan dana dari Prabowo Subianto dan Hasim Djoyojadikusumo.
Adapun Rudiansyah yang sebenarnya satu perahu dengan Ipong, mengatakan masih belum fokus ke Pilkada. Di Kukar, Gerindera merupakan peraih suara terbanyak ketiga dengan 32 ribu suara. Melalui partai yang berhasil menempatkan kadernya di unsur pimpinan DPRD Kukar ini, Rudiansyah menegaskan, calon bupati yang diusung partainya harus memenuhi beberapa kriteria. Seperti punya kecintaan untuk Kukar, mapan dalam hal materi, visi misi serta pelaksana kerja, komitmen membangun ekonomi rakyat kecil yang mandiri, dan pendidikan minimal S1.
“Paling penting adalah bebas atau tidak pernah tersangkut korupsi dan berani bawa Kukar bebas korupsi,” terang Rudiansyah.
Sedangkan Andi Santo, dengan tegas menyatakan maju untuk tujuan menuntut perubahan. “Kalau kita ingin menuntut perubahan, maka harus berani tampil berbuat yang terbaik,” ujar Ketua I Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) Kukar itu.
Menurut dia, makin banyak kandidat yang pada pemilihan kepala daerah nanti akan semakin baik bagi masyarakat. Sebab, dengan begitu warga Kukar akan dihadapkan pada banyak pilihan untuk memimpin Kukar periode mendatang
Untuk gerbong partai pemenang pemilu secara nasional, nama Abdul Rahman digadang masuk bursa pencalonan. Namun begitu, DPC PDIP Kukar sekarang ini tengah membuka pendaftaran penjaringan calon bupati dan calon wakil bupati.
Wakil Ketua Penjaringan DPC PDIP Kukar, Didik Agung Eko Wahono mengatakan, seleksi tersebut merupakan instruksi dari pusat. “Bagi kami silahkan siapa saja yang mau mendaftar, tidak ada larangan. Persoalan persyaratan itu belakangan, itu di tahapan penyaringan,” terangnya.
PDI Perjuangan juga akan membuka pintu koalisi dengan partai lain. Karena diketahui, PDI perjuangan hanya meraih 6 kursi dari tujuh kursi atau 15 persen kursi di DPRD untuk syarat pencalonan.
“Dari internal partai, kami memasukkan nama Pak Abdul Rahman (Ketua DPC PDI Perjuangan Kukar) sebagai calon bupati, tapi kami juga menjaring bagi masyarakat yang siap berpartisipasi di pemilu kada 2015 mendatang,” ungkap Didik.
Dari nama-nama para elite partai yang mencuat ke permukaan, Tusiman, pengamat dari Lingkar Dinamisasi Politik Kukar menilai bahwa mereka masih jauh dikata sebanding dengan Rita. Menurut kalkulasinya, hanya ada dua kemungkinan yang bisa mengalahkan incumbent.
“Pertama, modal rivalnya minimal harus dua kali lipat yang dimiliki Rita. Kedua, jika memang modalnya cekak, si calon harus berani menjatuhkan Rita, baik secara reputasi maupun ranah hukum. Gerakannya harus dimulai sedini mungkin,” papar Tusiman.
DIMULAI NOVEMBER
Soal waku pelaksanaan Pilkada, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kukar Junaidi Samsudin memprediksi pada 1 April 2015 mendatang. “Kalau perkiraan itu 1 April 2015, hanya saja ini masih perkiraan karena kita belum membahas hal ini dengan Anggota DPRD Kukar,” kata Junaidi kepada wartawan.
Namun, lanjut dia, tahapan Pilkada dimulai November mendatang ketika Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) dilantik. “Nanti PPK dan PPS di Pilpres ini akan demisioner. Kemudian kita akan menjaring PPK dan PPS untuk Pemilu Bupati Kukar Oktober mendatang,” ucapnya.
Selain itu, sesuai peraturan yang ada, dalam satu TPS itu mengakomodasi 600 pemilih atau lebih sedikit dibanding Pilpres yang mencapai 800 pemilih dan lebih banyak dibanding pemilihan legislatif dengan 500 pemilih untuk setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS). []