JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan, penyitaan dan pemasangan tanda penyitaan (plang) pada pengembangan kasus suap jalur kereta api di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (DJKA Kemenhub). Sebagaimana dilansir dari Solopos.com, Aset rumah hingga obligasi milik pihak terkait ikut disita KPK. Penyitaan sejumlah aset tersebut berkaitan dengan kasus suap jalur kereta di lingkungan Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas 1 Jawa Tengah, yang dilakukan pada 22 Juli hingga 2 Agustus 2024.
Dalam perkara itu, KPK pada Juni 2024 telah menahan tersangka baru yakni Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di DJKA, Yofi Oktarisza. Penggeledahan, penyitaan dan pemasangan plang dilakukan di tiga kota/kabupaten yaitu Jakarta, Semarang dan Purwokerto.
“Total yang disita adalah sekurang-kurangnya sebesar Rp27.433.065.497,” ungkap Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, dikutip Sabtu (10/8/2024). Tessa mengatakan bahwa aset-aset yang disita itu diuga berkaitan dengan perkara yang tengah diusut KPK. Terdapat empat macam aset yang disita penyidik dari pihak tersangka dan pihak swasta, atau rekanan kontraktor proyek jalur kereta.
Pertama, sembilan unit rumah dan tanah dengan nilai sekurang-kurangnya Rp8,68 miliar. Kedua, enam deposito yang berada pada dua bank dengan nilai total Rp10,26 miliar.
Ketiga, empat obligasi pada dua bank dengan nilai masing-masing Rp4 miliar dengan bunga Rp600 juta, serta Rp2,28 miliar dengan bunga Rp300 juta. Keempat, uang tunai sebesar Rp1,38 miliar.
Untuk diketahui, tersangka Yofi sebelumnya merupakan PPK BTP Semarang 2017-2021 yang kini ditahan di Rutan Cabang KPK.
Yofi bertanggung jawab untuk 14 paket pekerjaan baru pengadaan barang dan jasa di BTP Kelas 1 Semarang serta 18 paket limpahan dari pendahulunya. Yofi merupakan salah satu PPK di BTP Kelas 1 Semarang yang diduga membantu Direktur PT Istana Putra Agung (IPA) Dion Renato Sugiarto untuk mendapatkan paket pengerjaan barang dan jasa.
Dion sebelumnya sudah dikondisikan agar memenangkan berbagai paket pekerjaan di lingkungan BTP Kelas 1 Semarang, kendati PPK tetap melakukan ‘lelang’. Pengusaha itu mendapatkan kontrak pekerjaan melalui tiga perusahaannya yang menjadi rekanan di lingkungan Kemenhub, yakni PT IPA, PT Prawiramas Puriprima (PP) dan PT Rinenggo Ria Raya (RRR).
Empat Paket Pekerjaan
Berdasarkan penjelasan KPK, perusahaan Dion mendapatkan empat paket pekerjaan saat tersangka menjabat PPK. Empat proyek itu memiliki nilai Rp128,5 miliar, Rp49,9 miliar, Rp12,4 miliar serta Rp37 miliar.
KPK menduga Yofi mendapatkan fee dengan besaran 10% sampai 20% dari nilai proyek. “Bahwa atas bantuan tersebut, PPK termasuk tersangka Yofi Oktarisza menerima fee dari rekanan termasuk Dion Renato Sugiarto dengan besaran 10% s.d 20% dari nilai paket pekerjaan yang diperuntukan,” terang Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur pada konferensi pers, Kamis (13/6/2024).
Secara terperinci, persentase fee itu mencakup 4% untuk PPK, 1-1,5% untuk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), 0,5% untuk Itjen Kemenhub, 0,5% Pokja Pengadaan serta 3% untuk Kepala BTP. Fee atau uang panas dari rekanan swasta di Kemenhub itu tidak hanya ditujukan untuk mendapatkan pekerjaan, melainkan juga memastikan kelancaran proyek termasuk pencairan termin.
Dari pemufakatan tersebut, Yofi diduga mendapatkan fee dari berbagai sumber. Dari Dion, Yofi mendapatkan persentase fee dari nilai proyek sebesar 7% atau Rp5,6 miliar (2017); 11% atau Rp5 miliar (2018); 11% atau Rp3 miliar diberikan secara bertahap dalam bentuk logam mulia (2019); satu unit mobil Innova Reborn (2017); serta satu unit Honda Jazz (2018).
Kemudian, Yofi juga diduga mendapatkan fee dari rekanan lain meliputi deposito atas nama Dion Renato Sugiarto yang berkembang menjadi Rp20 miliar.
Sebagian di antaranya dicairkan menjadi obligasi Rp6 miliar. Kemudian, ada pemberian juga dalam bentuk reksadana, aset berupa tanah, kendaraan berupa mobil Innova dan Jazz serta sejumlah logam mulia. KPK menyebut dari sederet pemberian itu, sebagian telah disita yaitu tujuh buah deposito senilai sekitar Rp10 miliar, satu buah kartu ATM, uang tunai Rp1 miliar, tabungan reksadana Rp6 miliar serta delapan bidang tanah sekaligus sertifikat dengan nilai sekitar Rp8 miliar.
Atas perbuatannya, Yofi disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b dan/atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Sebelumnya, perkara tersebut bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK di 2023.
Terdapat beberapa pejabat yang sudah ditetapkan tersangka hingga diputus di pengadilan, di antaranya mantan Direktur Prasarana Perkeretaapian Kemenhub Harno Trimadi.[]
Putri Aulia Maharani