Bola Liar Yang Prematur

Bola Liar Yang Prematur

Oleh Max Donald Tindage

Mengkaji penyaluran alokasi dana desa di Kabupaten Kutai Kartanegara berkaca pada Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa.

DANA desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) yang diperuntukkan bagi desa dan desa adat yang ditransfer ke daerah yang dialokasikan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunannya, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat. Yang dimaksudkan di sini adalah dana transfer pemerintah pusat ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Kartanegara sebesar yang dialokasikan dalam APBD Kukar Tahun Anggaran (TA) 2015 sebesar Rp 38.030.499.000 sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 162 Tahun 2014 tentang Tentang Rincian APBN TA 2015 pada lampiran 23.

Sebagaimana amanat Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, pasal 72, ayat 1 huruf b : “Pendapatan desa bersumber dari Alokasi APBN,” maka pemerintah telah mengalokasikan anggaran pada APBN 2015 sebesar Rp 38.030.499.000 yang diperuntukkan bagi desa-desa di wilayah Kukar untuk selanjutnya menjadi bagian dari batang tubuh APBD Kukar 2015, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana UU No. 6/2014 tentang Desa, pasal 95, ayat 1: “Pemerintah mengalokasikan dana desa dalam APBN setiap tahun anggaran yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui APBD kabupaten/kota.” Selanjutnya ayat (2) mengatakan: “Ketentuan mengenai pengalokasian dana desa (1) diatur tersendiri dalam Peraturan Pemerintah.”

Atas dasar inilah maka diterbitkan PP 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari APBN, dan peraturan perundangan inilah yang seyogyanya mendasari perihal ‘dana desa’ yang akhir-akhir ini menjadi polemik yang telah turut dikomentari oleh kepala desa di Kukar mewakili 227 desa yang ada. Karena itulah saya tergerak untuk turut memberi masukkan terkait dana dimaksud dalam hal penyaluran dan pembagian serta penetapan besaran nilai masing-masing desa sesuai ketentuan perundang undangan yang berlaku.

Sebagaimana diamanahkan dalam PP 60/2014 yang diterbitkan untuk menyikapi amanat UU No. 6/2014 tentang Desa dan PP No. 43/2014 tentang pelaksanaannya, maka dasar hukum dana desa sebesar Rp 38.030.499.000 adalah sesuai PP No. 60/2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari APBN.

Pada pasal (3) dalam PP No. 60/2014 disebuntukan: “Pemerintah menganggarkan dana desa secara nasional dalam APBN setiap tahun.” Pasal (5) ayat 1: “Dana desa dialokasikan Pemerintah untuk desa.” Pasal (5) ayat 2: “Pengalokasian dana desa (1) dihitung berdasarkan jumlah desa dan dialokasikan dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah dan tingkat kesulitan geografis.”

Lalu pada Pasal 8 ayat 3 tertulis: “Pagu anggaran cadangan dana desa diajukan oleh pemerintah kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan menjadi pagu dana desa.” Pasal 9 : “Pagu anggaran dana desa yang telah mendapat persetujuan DPR merupakan bagian dari anggaran transfer ke daerah dan desa.” Pasal 10: “Dalam hal terdapat perubahan APBN, pagu anggaran dana desa yang telah ditetapkan tidak diubah.” Pasal 11 ayat 8: “Besaran dana desa Setiap kabupaten/kota ditetapkan dengan peraturan menteri.”

Pasal-pasal dalam PP No. 60/2014 tersebut memperjelas bahwa tanggung jawab hukum pemerintah dan nilai Rp 38.030.499.000 telah ditetapkan dalam Perpres 162/2014 lampiran 23 yang menyikapi ketentuan pasal 11 ayat 8 PP No. 60/2014 sebagai rangkuman peraturan menteri dan telah ditetapkan dalam APBN, tatanan tertinggi dalam proses penganggaran di negeri ini. Sebab itu, maka sudah barang tentul nilai Rp 38 miliar itu sah secara hukum dan perundangan serta tidak perlu lagi dipersoalkan, tidak perlu menunggu diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan. Hal itu karena tidak pernah disinggung sedikitpun dalam ketentuan perundangan tentang desa tentang keberadaan Menteri Keuangan. Biasanya dalam penulisan perundang undangan maka kata menteri yang dimaksud ialah Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

Pokok persoalannya, jika menelaah PP No. 60/2014 pasal (12) ayat 1 yang menyebuntukan: “Berdasarkan besaran dana desa setiap kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (8), Bupati/Walikota menetapkan besaran dana desa untuk setiap desa di wilayahnya. Lalu pada ayat 2,3,4,5, dan 7 mengatur cara penghitungan besaran dana desa setiap desa yang dihitung oleh Satuan Kerja Perangkat Desa (SKEPADA) terkait masukkan bagi Bupati dalam pembentukan Peraturan Bupati (Perbup) nantinya.

Potret Desa Lekaq Kidau di Kecamatan Sebulu.

Lalu dalam Pasal 12 ayat (8) tertulis : “Tata cara pembagian dan penetapan besaran dana desa setiap desa ditetapkan dengan Peraturan Bupati atau Walikota.” Pasal 12 ayat (9): “Bupati/walikota menyampaikan Peraturan Bupati / Walikota sebagaimana dimaksud ayat (8) kepada menteri dengan tembusan gubernur.” Pasal 14: “Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pengalokasian dana desa diatur oleh peraturan menteri.” Menteri yang dimaksud di dalam Pasal 14 itu tentunya adalah Mendagri.

Keberadaan pasal 14 PP No. 60/2014 ini tidaklah berarti meniadakan peran dan kewenangan bupati yang telah diatur dalam pasal 12 dan 13 PP No. 60/2014, akan tetapi lebih menegaskan akan dibuat peraturan menteri yang mengatur lebih spesifik lagi dari pasal 12 dan 13 di atas, mengingat adanya peluang dan kemungkinan bertambahnya desa baru dan sebagainya. Maka, tidak perlu ada kekuatan lagi terkait pengalokasian dan penyaluran dana desa tersebut.

Apalagi dipertegas perihal penyaluran dana itu seperti tertuang di dalam Pasal 15 PP No. 60/2014. Pada ayat (1) disebuntukan: “Dana desa disalurkan oleh pemerintah kepada kabupaten/kota.” Ayat (2): “Penyaluran dana desa sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan dengan cara pemindahbukuan dari RKUN ke RKUD.” Yang dimaksud RKUN adalah Rekening Kas Umum Negara dan RKUD adalah Rekening Kas Umum Daerah.

Lalu pada ayat (3): “Dana desa sebagaimana dimaksud ayat (2) disalurkan oleh kabupaten/kota kepada Desa.” Ayat(4): “Penyaluran dana desa sebagaimana dimaksud ayat (3) dilakukan dengan cara pemindahbukuan dari RKUD ke rekening kas desa.” Pasal 16: “Penyaluran dana desa sebagaimana dimaksud pasal (15) dilakukan secara bertahap….”

Kemudian pada pasal 17 ayat (1), disebuntukan bahwa penyaluran dana desa dari RKUN ke RKUD dilakukan dengan syarat : pertama, peraturan bupati/walikota mengenai tata cara pembagian dan penetapan besaran dana desa sebagaimana dimaksud pasal 12 ayat 8 telah disampaikan kepada menteri. Dalam hal ini tentu Mendagri. Kedua, APBD kabupaten /kota telah ditetapkan.

Pasa 17 ayat (1) itu artinya bahwa proses transfer dana desa dari pusat ke kabupaten baru dilaksanakan setelah Mendagri menerima, meneliti serta memeriksa dan mengkaji, selanjutnya menyatakan bahwa Perbup itu sah, sesuai ketentuan perundangan yang berlaku dan penghitungan besarannya sudah tepat dan benar. Setelah itu barulah dana desa itu direalisasikan transfernya ke kabupaten.

Selanjutnya pasal 17 ayat (2) disebuntukan bahwa penyaluran dana desa dari RKUD ke rekening kas desa dilakukan setelah Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) ditetapkan. Pada ayat (3) dikatakan, dalam hal APBD sebagai ayat 1 huruf b belum ditetapkan, penyaluran dana desa dilakukan setelah ditetapkan dengan peraturan bupati. Dan pada pasal 18 disebuntukan, ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyaluran dana desa diatur dalam peraturan menteri.

Analisa saya, penyaluran dana desa ke desa-desa di Kukar tidak harus menunggu Peraturan Menteri Keuangan (PMK), karena yang mengatur ketentuan lanjut adalah Permendagri. Akan tetapi secara normatif, bila tidak ada penambahan desa dan sebagainya, maka, penyaluran dana itu bisa dilaksanakan apabila APBDes telah ditetapkan. Sebab itu Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (Bapemas dan Pemdes) sebagai instansi terkait haruslah secepatnya mengurus dan melakukan penghitungan berdasarkan rumus yang diatur oleh ketentuan perundangan untuk menentukan besaran masing-masing alokasi dana desa. Tidaklah mungkin desa itu bisa menghitung berapa alokasi yang diterimanya untuk dimasukkan ke dalaman batang tubuh APBDesa. Contoh PMK atau Perpres terbit dahulu supaya kabupaten/kota bisa konkrit mengalokasikan dan pertimbangannya ke dalaman batang tubuh APBD.

Proses penyaluran itu secara teknis dilaksanakan oleh bapemas setelah terlebih dahulu mengkaji dan mengevaluasi APBDesa dari tiap tiap desa yang telah membuatnya. Hal yang paling mungkin adalah jumlah desa di Indonesia sebanyak 70.390 desa dan 8.083 kelurahan. Yang memiliki tingkat kesulitan geografis dan lain-lain yang berbeda satu dengan lainnya, tidaklah mungkin menteri yang menghitung besaran dana desa yang harus diterima masing masing desa.

Yang mana cara perhitungan besaran dana desa dapat dihitung dengan rumus berikut :

Dana desa =. 30 % ( persentasi jumlah penduduk desa tersebut / jumlah penduduk desa dalam dalam kabupaten tersebut) + 20 % ( persentasi luas wilayah desa tersebut / luas wilayah desa seluruh kabupaten tersebut ) + 50 % ( persentasi angka kemiskinan dilihat dari jumlah pemegang kartu sosial / jumlah penduduk desa di daerah itu). Hasil dari hitungan itu kemudian dikalikan dengan tingkat kesulitan geografis yang ditentukan dengan indeks kemahalan konstruksi tiap desa di daerah.

Data jumlah penduduk, luas wilayah, tingkat kemiskinan dan indeks kemahalan konstruksi tersebut merupakan data yang sama dipakai untuk penghitungan Dana Alokasi Umum (DAU).

Karena itu sebaiknya secepatnya dilakukan penghitungan besaran masing-masing desa agar dapat dibentuk Peraturan Bupati untuk disampaikan ke menteri, karena sesuai pasal 18 PP No. 60/2014, menteri hanya akan mengatur taat cara penyaluran dana desa tersebut.

Jika demikian, sesuai peraturan perundangan, apabila mekanisme besaran dana desa sampai pada proses telah selesainya APBDesa belum diatur, maka dengan atau tanpa Permendagri, dana itu ‘sedang di jalan’ atau dalam proses. Dana itu bisa disalurkan ke tiap-tiap desa, karena Mendagri diisyaratkan oleh perundangan harus segera membuat Permendagri tata cara penyaluran dana desa sebagai pedoman ke depannya.

Lebih baik kerja dengan tangan dari pada dengan mulut. ***

Serba-Serbi