Salah Kaprah Proyek Taman Kota

Salah Kaprah Proyek Taman Kota

Belum ada izin UPL/UKL, proyek taman kota ini nekat dibangun.

SAMARINDA – Kebijakan Syaharie Jaang, Wali Kota Samarinda, berupaya menjadikan kotanya menjadi kota tamasya yang banyak tamannya, tak selalu dijalankan bawahannya dengan baik. Buktinya ada pada proyek taman kota yang berada di jantung kota Samarinda.

Meski telah telah berjalan sejak 2013 dan menghabiskan uang rakyat miliaran rupiah, ternyata proyek tersebut hingga kini tak memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Tentu hal itu merupakan kesalahan fatal bagi pelaksanaan proyek sebesar taman kota, sebab tidak ada perencanaan penanganan dampak lingkungannya. Terutama bagaimana mengantisipasi dampak-dampak banjir yang sering menerjang wilayah kota.

Belum lagi persoalan polusi udara akibat pelaksanaan proyek. Selain itu, yang juga sering dikeluhkan warga, terutama para pengguna jalan adalah dampak proyek yang menganggu lalu lintas kendaraan bermotor yang menambah kemacetan.

Dari pengamatan Januari lalu, jalur lingkar penghubung Jalan Milono dengan Jalan Bhayangkara tampak macet. Jalan yang dipaving itu semakin bergelombang. Tak sedikit pengendara yang mengeluh. Sementara bibir jalur lingkar di Jalan Bhayangkara masih bertaburan agregat.

Ketiadaan Amdal dalam proyek taman kota di lahan bekas kawasan sekolah favorit, SMAN 1 dan SMPN 1 di Samarinda itu, diungkapkan pihak Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Samarinda.

Menurut Pelaksana Harian (Plh) Kepala BLH Samarinda, Agus Tri Sutanto, jika ada yang menyebut bahwa tidak adanya kajian lingkungan dengan alasan ukuran yang tidak sesuai standar, dinyatakan bukan keputusan yang tepat.

“Seharusnya konsultasi dulu ke kami. Jangan langsung menetapkan duluan. Tidak ada yang boleh menentukan suatu proyek wajib atau tidak menggunakan kajian lingkungan sebelum diputuskan BLH. Nanti biar pihak BLH yang tentukan,” imbuh Agus.

Karena, kata dia, suatu pembangunan walaupun luasannya tidak memenuhi kriteria menggunakan Amdal, ataupun upaya pengelolaan lingkungan (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan (UPL), mestinya harus melihat letaknya.

“Mestinya melewati proses penapisan dulu. Karena, kegiatan proyek taman kota itu berada di tengah kota. Jangan menentukan penggunaan kajian lingkungan berdasarkan luasan, tapi berdasarkan dampak. Setiap kegiatan itu harus dikaji,” tandas sekretaris BLH Samarinda ini.

Ketiadaan Amdal dalam proyek tersebut diakui Syaifullah, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) proyek. “Proyek ini memang tak ada amdal, UKL, dan UPL,” ujar Syaiful.

Dia punya alasan. Katanya, proyek itu tidak wajib memiliki amdal ataupun UKL, dan UPL. Dia menjelaskan, proyek yang wajib punya adalah untuk lahan dengan luas minimal 3,5 hektare.

“Kalau proyek taman kota ini tidak sampai tiga hektare. Cuma dua hektare lebih saja. Makanya kami tak pakai itu (amdal, UKL dan UPL),” tuturnya.

Proyek ini dikerjakan oleh PT Palem Citra Indonesia (PCI) dan hingga kini tak selesai dikerjakan. Padahal pada 27 Desember lalu merupakan akhir kontrak kerja.

Menurut Syaifullah, kontraktor pasca habisnya kontrak diberikan tambahan waktu sampai 17 Februari atau 50 hari kalender. Jika sampai habis masa kontrak tidak mampu menyelesaikan pekerjaannya, maka kontraktor akan dimasukkan dalam daftar hitam dan kontraknya diputus. Selain itu kontraktor juga bakal dikenakan denda penalti sebesar Rp 29,2 juta.

Di lain pihak, Ketua Komisi III DPRD Samarinda Adi Gustiawarman mengatakan, proyek itu mesti memiliki kajian lingkungan. Kata dia, bukan berbicara soal aturan luasan lahan proyek. Tapi berdasarkan letak proyek yang berada di tengah kota. “Proyek taman kota ini sangat berpengaruh dengan keadaan sosial maupun lalu lintas,” tandasnya. []

Serba-Serbi