PONTIANAK – Pengakuan mengejutkan dan merindingkan bulu kuduk meluncur dari mulut Suhardi alias Rudi alias Andi bin Kuhai, tersangka pembunuh Tari Arizona. Pria berusia 21 tahun itu menceritakan detik-detik saat dia menghabisi nyawa Tari dengan pukulan bertubi-tubi memakai balok dan potongan aluminium yang ia jumpai di rumah pegawai Pengadilan Tinggi Pontianak itu.
Tari ditemukan tewas mengenaskan nyaris tanpa busana di kediamannya di Jalan Tani Makmur, Kota Baru, Pontianak Selatan, Rabu, 11 Maret 2015, pukul 07.24. Tim penyelidik menemukan Tari telungkup di ruang tamu di belakang sofa dengan tengkorak nyaris remuk berlumuran darah dan mulut dililit lakban. Saat ditemukan, ia hanya memakai penutup dada dan ditutupi selimut.
Di depan Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, Brigadir Jenderal Arief Sulistyanto, yang ikut memeriksanya, Rudi mengaku semula dia tak berniat membunuh Tari. Ia hanya melihat peluang mencuri karena rumah Tari tidak terkunci. “Saya masih mendengar suaranya berteriak minta tolong,” kata Rudi kepada Berita Borneo dan satu media online nasional, Selasa, 24 Maret 2015.
Eks karyawan pencucian motor itu bercerita, Selasa lewat tengah hari, 11 Maret 2015, ia bermaksud mengantarkan motor Yamaha Mio-milik Tari yang selesai dicuci. Tari sebelumnya menitipkan motor kepada Rudi untuk dicuci di tempat usaha milik Jaka Suryana, paman Tari. Tari berpesan agar Rudi cepat mencuci motornya, karena dia akan kembali ke kantor siang itu.
Bergegas Rudi mengembalikan motor Tari. Tanpa helm, ia menembus Gang Sarikaton dan Gang PGA untuk sampai ke Jalan Tani Makmur, lokasi rumah Tari yang berlantai dua itu. Waktu sudah lewat tengah hari. Rudi mengetuk pintu, mulai perlahan hingga gedoran. Namun, Tari tak kunjung membukakan pintu. Kesabaran Rudi habis, karena dia ingin cepat-cepat kembali bekerja.
Pasalnya, hari itu Rudi masuk agak siang, sekitar pukul 09.15 WIB. Ia terlambat datang sekitar sejam. Penghasilannya pun baru Rp 7.500. “Dia baru mencuci satu sepeda motor. Itu pun sepeda motor milik korban,” kata Jaka Suryana, pemilik usaha pencucian motor tempat Rudi bekerja, ketika ditemui di tempat terpisah, sebelum Rudi tertangkap polisi.
Meski pintu sudah digedor, Tari tak juga keluar. Rudi membuka sandalnya. Ia memutuskan masuk ke rumah Tari yang sepi dan tidak terkunci. Rudi naik ke lantai dua, tempat kamar utama. Aksinya kepergok Tari yang saat itu hanya memakai penutup dada. Mendapati orang asing yang menyelundup ke rumahnya, Tari kaget dan berteriak-teriak. Ia memaki-maki dan menampar muka Rudi.
Rudi mengaku spontan balas menampar, tapi mengenai leher Tari, yang ketika itu hanya berkembankan selimut. “Saya langsung spontan balas memukul. Dia makin tambah berteriak,” ucap Rudi. Mereka bertengkar. Tari mendorong Rudi. Hal ini makin membuat Rudi makin naik pitam. “Lalu saya pukul dia dengan balok kayu dari anak tangga yang pakunya sudah lepas.”
Tari berusaha lari masuk lagi ke kamarnya, namun usaha tersebut gagal. Rudi kembali memukuli janda beranak satu itu. Tari berusaha keluar kamar, dia mendorong tubuh Rudi. Mereka lantas jatuh berdua ke lantai satu. Tubuh Tari menimpa Rudi. Taka mau kalah Rudi kemudian mendorong tari hingga jatuh. Pukulan pun kembali dilayangkan ke kepala Tari. Tari jatuh tertelungkup.
“Saya geser badannya ke arah belakang sofa. Saya ambil tirai, lalu besinya saya tusukkan ke punggungnya. Kain tirai saya jeratkan ke lehernya,” kata Rudi. Hal itu dilakukan Rudi agar Tari tak lagi melawan. Untuk memastikan tak ada perlawanan, Rudi melilitkan lakban, yang ia temukan dekat tangga, ke mulut Tari. Tangan Tari diikat dengan ikat pinggangnya.
Lalu Rudi membongkar kamar demi kamar. Ia menemukan uang tunai Rp 1 juta dalam pecahan seratus ribu. Sebuah tas bergambar Hello Kitty dan sebuah laptop pun diambilnya. Rudi juga mengambil dua telepon genggam milik Tari. Rudi memakai baju kaos dan celana panjang milik Tari yang dia pakai untuk menutupi celana dan bajunya yang ternoda percikan darah.
Rudi meninggalkan rumah Tari sekitar pukul 14.00 WIB lebih. Dia melarikan diri dengan Yamaha Mio milik Tari ke arah Desa Kuala Dua, Kubu Raya, masih di sekitar Pontianak. Begitu pula dengan jaket ungu dan helm milik korban. “Pakaian saya yang terkena darah saya buang ke Sungai Kapuas, begitu juga dengan helm pink milik korban,” kata Rudi.
Dalam pelariannya, Rudi beberapa kali membeli nomor baru. Rudi juga menjual uang dan laptop di sepanjang perjalanan saat melarikan diri. Setelah sempat buron selama 12 hari, aparat gabungan Polda Kalimantan Barat menyergap Rudi di skeitar hutan Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Ketika dicokok, Rudi ternyata sudah membeli tiket di Pelabuhan Kumai, untuk kabur ke Pulau Jawa. Rachmat Effendi