MU Incar Cunha dengan Harga Rp 1,3 Triliun, Apakah Terlalu Mahal?

MU Incar Cunha dengan Harga Rp 1,3 Triliun, Apakah Terlalu Mahal?

JAKARTA – Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Heri Gunawan, memberikan tanggapan terhadap usulan Direktorat Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kemendagri yang mengajukan pemekaran sebanyak 341 wilayah di Indonesia. Tanggapan ini disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR di Gedung MPR/DPR, Jakarta, pada Kamis (24/4/2025). Dalam rapat tersebut, Heri Gunawan menekankan pentingnya adanya aturan yang tegas dan ketat dalam proses pemekaran wilayah, mengingat banyaknya problem yang dihadapi dalam rencana pemekaran wilayah yang belum mencapai tujuan maksimal.

Politisi yang akrab disapa Hergun ini menyebutkan bahwa hingga saat ini terdapat 341 usulan pemekaran wilayah yang telah diajukan kepada Dirjen Otda. Namun, ia mengingatkan bahwa mayoritas Daerah Otonomi Baru (DOB) yang terbentuk dalam dua dekade terakhir justru gagal mencapai tujuan utama otonomi. Menurut evaluasi Kemendagri, sekitar 70 persen DOB yang terbentuk antara tahun 1999 hingga 2009 tidak berhasil mewujudkan tujuan pemekaran.

“Evaluasi Bappenas tahun 2007 juga menyatakan bahwa mayoritas DOB gagal,” kata Hergun, menanggapi laporan tersebut.

Selain itu, Hergun juga menyoroti besarnya biaya pemekaran wilayah yang membebani anggaran pemerintah pusat. Oleh karena itu, pemekaran wilayah harus memperhitungkan kemampuan ekonomi daerah agar tidak membebani anggaran negara. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, dana alokasi umum (DAU) yang ditransfer ke daerah mengalami lonjakan tiga kali lipat dalam kurun waktu 10 tahun, dari Rp 54,31 triliun pada tahun 1999 menjadi Rp 167 triliun pada 2009. Bahkan, pada 2025, anggaran DAU diperkirakan akan mencapai Rp 446 triliun.

“Pembentukan dan penataan daerah ini tidak hanya harus memperhatikan faktor geografis, tetapi juga Pendapatan Asli Daerah (PAD),” ujar Hergun.

Lebih lanjut, Hergun mendesak agar pemerintah segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Penataan Daerah dan Desain Besar Penataan Daerah (Desartanda). Ia menyatakan bahwa alasan pemerintah menunda penerbitan PP dengan dalih moratorium pemekaran daerah tidak berdasar dan bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

“Kami mendorong pemerintah, khususnya Ditjen Otda Kemendagri, untuk segera mengeluarkan kedua PP tersebut. Moratorium itu bukanlah ketentuan hukum yang lebih tinggi daripada undang-undang,” tegasnya.

Berdasarkan Pasal 55 dan 56 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah pusat diwajibkan untuk menyusun aturan teknis dan strategi penataan daerah. Strategi tersebut tercantum dalam Desartanda, yang memuat proyeksi jumlah ideal provinsi, kabupaten, dan kota di Indonesia sebagai pedoman untuk pemekaran atau penggabungan daerah otonom.

Hergun menambahkan bahwa kedua PP tersebut seharusnya sudah diterbitkan paling lambat dua tahun setelah UU Pemda diundangkan pada 2016. Namun hingga kini, penerbitan PP tersebut masih tertunda, yang menurutnya menjadi persoalan serius terkait aspirasi publik tentang pemekaran daerah.

Politisi asal Sukabumi ini juga menyoroti inkonsistensi Ditjen Otonomi Daerah Kemendagri yang menunda penerbitan PP dengan alasan moratorium, namun tetap menerima usulan DOB dari berbagai daerah. “Dasar hukum moratorium itu tidak jelas. Kenapa usulan DOB tetap diterima jika belum ada aturan yang jelas?” ujar Hergun.

Sejak dimulainya era pemekaran daerah, telah terbentuk 233 DOB, yang terdiri dari 12 provinsi, 182 kabupaten, dan 39 kota. Salah satu usulan pemekaran yang saat ini sedang dibahas adalah pemekaran Kabupaten Sukabumi Utara dari kabupaten induk Sukabumi.

Komisi II DPR RI kini tengah membahas Rancangan PP tentang Penataan Daerah dan Desartanda bersama Kemendagri, yang diharapkan akan menjadi pedoman resmi dalam pengaturan pemekaran dan penggabungan daerah di masa depan.[]

Putri Aulia Maharani

Nasional