JAKARTA — Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) 2025 diwarnai dengan banyaknya kasus kecurangan, termasuk dugaan keterlibatan lembaga bimbingan belajar (bimbel). Ketua Tim Penanggung Jawab Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB), Prof Eduart Wolok, mengungkapkan adanya beberapa modus kecurangan, di antaranya penggunaan joki ujian dan mengambil foto layar ujian menggunakan perangkat yang disembunyikan. Kasus ini pertama kali disampaikan melalui tayangan live YouTube SNPMB ID pada Selasa (29/4/2025).
Eduart juga menyampaikan dugaan keterlibatan lembaga bimbingan belajar di Yogyakarta dalam kecurangan UTBK. Menurutnya, ada dua cara yang memungkinkan bimbel terlibat dalam kecurangan. Pertama, dengan menyediakan joki pengganti peserta ujian. Kedua, lembaga bimbel merekam soal-soal ujian UTBK sebagai bahan untuk bimbingan tahun berikutnya. Eduart menyoroti klaim sejumlah bimbel yang menyebutkan tingkat kelulusan 100 persen dalam UTBK, yang menurutnya patut dipertanyakan.
“Tes Potensi Skolastik mengukur kemampuan peserta secara individu, jadi bagaimana bimbel bisa menjamin 100 persen kelulusan?” ujarnya.
Terkait fenomena ini, pengamat pendidikan Ina Liem berpendapat bahwa kecurangan UTBK mencerminkan akar masalah dalam sistem pendidikan Indonesia. Menurutnya, fenomena ini menunjukkan bahwa masalah pendidikan Indonesia belum sepenuhnya diselesaikan, terutama dalam hal karakter dan integritas siswa.
“Fenomena kecurangan ini bukan kejadian pertama dan kemungkinan bukan yang terakhir, selama akar masalahnya belum dibenahi,” ujar Ina. Ia menekankan bahwa pendidikan yang terlalu fokus pada angka dan nilai ujian akan menciptakan mentalitas jalan pintas yang merugikan perkembangan karakter siswa.
Ina juga mengkritik sistem yang terjebak dalam praktik “teaching to the test,” di mana keberhasilan diukur hanya dari skor ujian, bukan dari kompetensi nyata. Ia menyebutkan bahwa meskipun kurikulum Merdeka sudah menawarkan pendekatan lebih relevan melalui pembelajaran berbasis proyek dan kolaboratif, namun perubahan ini masih terkendala kesiapan guru.
Pengamat pendidikan lainnya, Dony Kusuma, menyarankan agar sistem pelaksanaan UTBK lebih diperketat, dengan memastikan bahwa ujian dilakukan oleh peserta yang sah, bukan joki. Ia juga mengusulkan analisis terhadap pola jawaban ujian untuk mendeteksi kecurangan, serta pemberian sanksi yang tegas terhadap pelaku kecurangan.
“Untuk tindakan preventif, sosialisasi dan edukasi tentang UTBK sangat penting, termasuk simulasi soal ujian untuk membantu peserta mempersiapkan diri,” jelas Dony.
Kasus kecurangan UTBK 2025 menjadi perhatian serius, dengan berbagai pihak menilai bahwa pembenahan mendalam terhadap sistem pendidikan dan seleksi masuk perguruan tinggi di Indonesia sangat diperlukan agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.