Hebat! Koruptor Ini Bukannya Dipenjara Malah Dibiarkan Aktif Jadi Pejabat

Hebat! Koruptor Ini Bukannya Dipenjara Malah Dibiarkan Aktif Jadi Pejabat

Hukum itu bagai pisau, tumpul di atas, tajam di bawah. Pepatah ini sepertinya berlaku di Mahulu. Di sana, seorang PNS yang divonis sebagai koruptor, tak juga dipenjara, bahkan dibiarkan aktif jadi pejabat. Kok bisa?

Ignatius Ledok Lawa (paling kanan) saat berpose dengan camat lainnya untuk mempersiapkan terbentuknya Kabupaten Mahulu pada 2013 lalu.
Ignatius Ledok Lawa (paling kanan) saat berpose dengan camat lainnya untuk mempersiapkan terbentuknya Kabupaten Mahulu pada 2013 lalu.

MUNGKIN karena masih jadi kabupaten baru yang masih kekurangan pegawai atau karena faktor ‘main mata’, Ignatius Ledok Lawa, seorang terpidana korupsi yang telah mendapat vonis inkracht masih aktif bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Jangankan dipenjara, Ignatius bahkan masih menjabat sebagai camat Long Apari, Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu), Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim).

Foto Ignatius Ledok Lawa di portal resmi Pemkab Mahulu.
Foto Ignatius Ledok Lawa di portal resmi Pemkab Mahulu.

Seperti dilansir Kabar Kubar, Ignatius sebenarnya telah divonis bersalah hingga level Mahkamah Agung (MA) pada 2012 silam. Saat itu, tiga hakim MA telah memerintahkan Ignatius agar ditahan. Perintah itu dibacakan bersamaan dengan keputusan pada sidang Kamis, 9 Agustus 2012 yang dipimpin Artidjo Alkostar sebagai Ketua Majelis. Bersama dua Hakim Ad Hoc, yakni Sophian Marthabaya dan Leopold Luhut Hutagalung, sepakat menjatuhi hukuman kasus korupsi itu. Ledok Lawa dipidana penjara selama 4 tahun dan denda Rp 200 juta, subsidair 6 bulan penjara. Berdasarkan penelusuran media ini, salinan putusan MA dapat diakses melalui portal resmi MA dan dapat diunduh di sini.

Dalam putusan Kasasi bernomor 696 K/Pid.Sus/2012 itu, terdakwa Ledok Lawa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan telah bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama dan berlanjut. Vonis ini memperberat putusan Pengadilan Tinggi Samarinda bernomor 43/PID/2011/PT.KT.SMDA, tertanggal 2 Mei 2011. Yang memvonis terdakwa dengan 1 tahun penjara dan denda Rp 100 juta, subsidair kurungan selama 6 bulan.

Pada tingkat Pengadilan Negeri Kutai Barat dengan nomor perkara 38/Pid.B/2010/PN.KUBAR tanggal 30 November 2010, hukuman Ledok Lawa sama dengan tingkat banding. Hanya denda yang dijatuhkan lebih ringan, yaitu Rp 50 juta. “Iya, amar putusan di tingkat kasasi menyebut agar supaya terdakwa ditahan,” kata Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Ridwan Mansyur, seperti dikutip Kabar Kubar.

Hingga saat ini Kejaksaan Negeri Sendawar selaku pihak berwenang, tidak juga bisa mengeksekusi Ledok Lawa. Bahkan pria kelahiran 28 September 1958 itu masih duduk manis di jabatannya sebagai Camat Long Apari sejak tahun 2006 lalu. “Kami sudah berupaya mengeksekusi, tapi kendala geografis Long Apari dan biaya. Kami juga kuatir ada perlawanan dari masyarakat setempat saat eksekusi,” kata Kepala Kejari Sendawar, Syakhroni melalui Kepala Seksi Pidana Khusus, Arnold Atawarman.

Jaksa juga beralasan telah melayangkan surat kepada MS Ruslan selaku Pj Bupati Mahakam Ulu sebelumnya. “Kami sudah menyurati agar Bupati Mahulu segera menonjobkan Ledok Lawa, tapi tidak digubris. Kalau Stepanus Ujung sudah kami tahan,” singgung Arnold soal terdakwa lain dalam kasus korupsi ini.

Permohonan Kasasi Stepanus Ujung sendiri ditolak Mahkamah Agung, sehingga putusan sama di PN Kubar dan banding di PT Samarinda dikuatkan. Yaitu vonis 4 tahun penjara dengan denda Rp 200 juta subsidair 6 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti senilai Rp 165.802.300.

Ledok Lawa dan Stepanus Ujung didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan paket mesin pemecah kemiri senilai Rp 302.300.000. Mesin untuk Kampung Intu Lingau dan Kampung Terajuk, Kecamatan Nyuatan Kabupaten Kubar dari APBD Kubar tahun 2005. Ledok Lawa sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan di Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kubar, mengeluarkan dan menandatangani surat nomor: 821/49/DPM-KB/IX/2005 tanggal 15 September 2005.

Surat tersebut menyatakan CV Tana Purai Ngeriman sebagai pemenang lelang dan pelaksana kegiatan pengadaan mesin pemecah kemiri. Kemudian diumumkan dalam pengumuman pemenang lelang nomor : 012/PAN-PP/DPM-KB/IX/2005 tanggal 20 September 2005. Surat itu ditandatangani oleh saksi Milon selaku Ketua Panitia Pelelangan atau Pemilihan langsung pengadaan mesin pemecah kemiri.

Ternyata Stepanus Ujung tidak melaksanakan kewajibannya sebesar 100 persen. Tapi menandatangani Berita Acara Pemeriksaan Pekerjaan bernomor : 416.2 /497/DPM-KB/IX/2005 tanggal 23 September 2005. BAP tersebut dibuat atas prakarsa Ledok Lawa terdakwa, yang menyatakan bahwa nilai fisik pembangunan 100 persen.

Sehingga Stepanus Ujung selaku penyedia barang atau jasa berhak menerima pembayaran Rp 287.185.000 atau 95 persen dari total pagu. “Padahal nilai item yang baru diselesaikan oleh CV Tana Purai Ngeriman adalah Rp 51.275.000. Jadi kerugian negara senilai Rp 209.802.300,” jelas Ridwan Mansyur. [] KKB

Headlines