Ruang Kelas Tak Cukup, Siswa Belajar di Bedeng

Ruang Kelas Tak Cukup, Siswa Belajar di Bedeng

CIANJUR – Kekurangan fasilitas belajar memaksa ratusan siswa Sekolah Dasar Tahfidzul Quran Masyruriyah di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, mengikuti proses pembelajaran di bangunan semi permanen milik warga. Kondisi ini terjadi akibat belum tersedianya gedung sekolah yang memadai, meski lembaga pendidikan tersebut telah berdiri sejak empat tahun lalu.

Sekolah yang berlokasi di kawasan permukiman padat ini terpaksa menyewa enam unit bedeng warga untuk dijadikan ruang kelas darurat. Ruang-ruang sempit yang semula berfungsi sebagai rumah atau gudang kini disulap menjadi tempat belajar bagi para siswa yang jumlahnya terus bertambah setiap tahun.

“Karena jumlah siswa terus bertambah setiap tahun, sementara ruang kelas yang ada tidak cukup. Jadi, kami terpaksa sewa rumah bedeng untuk dijadikan ruang belajar,” ujar Anisa Fauziah, salah seorang guru, pada Kamis (15/05/2025).

Anisa mengakui, kondisi tersebut jauh dari kata ideal. Selain tidak memiliki ruang terbuka bagi anak-anak untuk bermain, bangunan bedeng juga kerap terendam air saat musim hujan tiba.

“Kalau soal lingkungan, alhamdulillah warga sekitar tidak mempersoalkannya, ya. Namun, yang kasihan anak-anak, mereka tidak punya ruang untuk bermain,” kata dia.

Dalam upaya menjaga kualitas pembelajaran, pihak sekolah menugaskan dua guru untuk mendampingi setiap kelas, yakni guru utama dan guru pendamping. Meskipun berada di tengah keterbatasan, semangat para guru untuk memberikan pengajaran terbaik tidak luntur.

“Kami selalu memberikan semangat kepada siswa, ‘bersabar ya, bersabar.’ Mudah-mudahan ke depannya bisa memberikan yang terbaik, terutama bangunan kelas yang mereka impikan,” imbuh Anisa.

Ketua Yayasan Masyruriyah, Abep Diki Imansyah, menyebut bahwa dari enam bedeng yang disewa, hanya tiga unit yang difungsikan sebagai ruang kelas aktif. Sisanya digunakan secara bergantian. Biaya sewa mencapai Rp 2,4 juta per bulan, di luar kebutuhan operasional lainnya.

“Untuk kelas lain, bisa dilaksanakan di satu-satunya bangunan kelas milik yayasan,” ujar Abep.

Menurutnya, pihak yayasan sudah berulang kali mengajukan bantuan kepada pemerintah daerah dan provinsi, serta membuka donasi dari masyarakat umum. Meskipun beberapa pejabat telah datang meninjau langsung kondisi sekolah, hingga kini belum ada bantuan konkret yang diterima.

Situasi ini menjadi potret nyata bagaimana pendidikan dasar di daerah masih menghadapi tantangan besar dalam hal fasilitas. Sementara itu, para guru dan siswa tetap bertahan dengan harapan, bahwa suatu saat nanti ruang kelas yang layak akan benar-benar terwujud. []

Diyan Febriana Citra.

Berita Daerah Hotnews