Limbah Kapal Dibarter, Pabrik Liar Tumbuh

Limbah Kapal Dibarter, Pabrik Liar Tumbuh

JAKARTA — Aktivitas pabrik limbah oli bekas ilegal masih menjamur di kawasan pesisir Cilincing, Jakarta Utara. Praktik ini diduga melibatkan kerja sama antara kapal-kapal besar yang bersandar di Teluk Jakarta dan nelayan setempat, dengan proses distribusi limbah yang berlangsung tanpa pengawasan ketat dari otoritas terkait.

Berdasarkan penelusuran di lapangan, limbah berupa solar dan oli bekas diangkut menggunakan kapal-kapal tradisional dan disimpan dalam drum besar sebelum dipindahkan ke daratan. Limbah ini diduga berasal dari kapal-kapal niaga yang bersandar di sekitar perairan utara Jakarta.

Seorang nelayan berusia 54 tahun, yang enggan disebutkan namanya dan hanya ingin dipanggil Jojo, mengungkapkan bahwa transaksi antara nelayan dan kapal-kapal tersebut kerap dilakukan secara barter.

“Asal muasalnya kawan-kawan nelayan itu berangkat melaut, kadang mereka mendapatkan ikan, sementara kapal-kapal yang sandar di sana kan butuh lauk, kadang-kadang dibarter, akhirnya nelayan dapat solar dan oli,” ujar Jojo saat diwawancarai, Rabu (21/05/2025).

Jojo menambahkan bahwa banyak nelayan terpaksa melakukan barter karena kesulitan mengakses solar bersubsidi akibat terbatasnya kuota. Selain digunakan sendiri untuk kebutuhan melaut, tidak sedikit nelayan yang menjual kembali kelebihan solar dan oli tersebut kepada para pengepul lokal di Cilincing.

Menurut pengakuan Jojo, saat ini terdapat antara 10 hingga 20 titik pengepul kecil yang setiap harinya menampung limbah oli dan solar bekas di wilayah tersebut.

“Kurang lebih untuk wilayah Cilincing sini, untuk pengepul kecil ada 10-20 titik,” ucapnya.

Keberadaan pengepul limbah tersebut berlangsung tanpa pengawasan yang memadai dari pemerintah daerah maupun lembaga pengawas lingkungan. Akibatnya, limbah-limbah tersebut diolah kembali menjadi produk oli daur ulang dan disalurkan ke pasar tanpa standar mutu yang jelas, menimbulkan potensi bahaya bagi konsumen dan lingkungan.

Pemerintah dinilai belum mengambil tindakan tegas untuk menghentikan praktik ini, meskipun aktivitas pengolahan limbah berbahaya ini telah berlangsung cukup lama dan berpotensi merusak ekosistem pesisir serta memperburuk pencemaran di wilayah Teluk Jakarta. []

Diyan Febriana Citra.

Hotnews Nasional