JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan rata-rata harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) bulan April 2025 sebesar US$ 65,29 per barel. Angka ini menunjukkan penurunan signifikan dibandingkan bulan sebelumnya, yakni Maret 2025 yang tercatat sebesar US$ 71,11 per barel.
Penetapan ini tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 176.K/MG.01/MEM.M/2025 yang ditandatangani oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pada 19 Mei 2025.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Tri Winarno, menyatakan bahwa penurunan harga tersebut merupakan imbas dari melemahnya harga minyak global. Penyebab utamanya adalah eskalasi perang tarif dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang menimbulkan ketidakpastian pasar energi.
“Selain konflik dagang, penurunan harga juga dipicu oleh revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global oleh Dana Moneter Internasional (IMF),” ujar Tri dalam pernyataan resminya pada Jumat, 23 Mei 2025.
IMF dalam laporan April 2025 memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini dari 3,3% menjadi 2,8%, yang turut menekan permintaan global terhadap minyak mentah.
Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) juga menurunkan estimasi permintaan minyak global. Untuk tahun 2025, proyeksi direvisi dari 105,2 juta barel per hari (bph) menjadi 105,05 juta bph. Sementara itu, proyeksi tahun 2026 direvisi dari 106,63 juta bph menjadi 106,33 juta bph.
Penurunan permintaan terbesar, menurut Tri, berasal dari negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), Tiongkok, dan India.
Di sisi pasokan, Badan Energi Internasional (IEA) mencatat adanya kenaikan pasokan minyak dunia sebesar 590 ribu bph secara bulanan (month-to-month) pada Maret 2025, menjadi 103,6 juta bph. Selain itu, stok minyak mentah komersial Amerika Serikat meningkat 3,1 juta barel pada akhir April, menjadi total 442,9 juta barel.
Untuk kawasan Asia Pasifik, Tri menambahkan bahwa penurunan harga minyak turut dipengaruhi oleh penurunan kapasitas pengolahan kilang (crude run rate) di Taiwan. Pada akhir April, angka tersebut turun sebesar 30 ribu bph, menjadi 785 ribu bph, atau hanya 72% dari kapasitas maksimal kilang di negara tersebut.[]
Putri Aulia Maharani