JAKARTA – Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya berhasil membongkar sindikat penipuan asal Malaysia yang menggunakan pesan singkat (SMS) palsu dengan modus seolah-olah berasal dari pihak bank. Aksi para pelaku menyebabkan sejumlah nasabah kehilangan dana dalam rekening mereka setelah akun perbankan digitalnya diambil alih secara ilegal.
Wakil Direktur Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, AKBP Fian Yunus, menjelaskan bahwa sindikat ini terdiri atas tiga warga negara Malaysia. Dua di antaranya telah berhasil ditangkap, sementara satu pelaku lainnya masih dalam pencarian.
“Modus operandi mereka tergolong kompleks dan sistematis. Pelaku menargetkan wilayah-wilayah padat penduduk untuk menyebarkan SMS palsu melalui alat pemancar buatan sendiri,” ujar AKBP Fian dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (24/6/2025).
Pelaku disebut menggunakan perangkat pemancar palsu, dikenal dengan istilah fake BTS (base transceiver station), untuk mengirim pesan secara massal ke ponsel warga di sekitarnya. Pesan tersebut mengandung tautan phishing dan berpura-pura berasal dari institusi perbankan resmi, dengan iming-iming poin hadiah atau notifikasi transaksi mencurigakan.
Setelah korban mengeklik tautan, mereka diarahkan ke situs palsu dan diminta mengisi informasi pribadi seperti nomor kartu kredit, tanggal kedaluwarsa, hingga kode CVV. Informasi tersebut kemudian digunakan pelaku untuk mengambil alih akun mobile banking dan menguras saldo korban.
“Data nasabah disimpan oleh pelaku dalam server berbasis cloud di luar negeri. Saat ini kami telah berkoordinasi dengan otoritas penegak hukum negara terkait melalui jalur police to police cooperation,” ungkap AKBP Fian.
Dua tersangka yang telah ditangkap adalah OKH (53) dan CY (29), keduanya berkewarganegaraan Malaysia. Penyelidikan mengungkap bahwa sindikat ini menggunakan peralatan canggih, termasuk antena khusus, receiver jenis Novotel, empat telepon genggam, serta laptop yang dibekali aplikasi buatan sendiri, seperti “Super Silver”, “Novotel.com”, dan satu aplikasi Android berformat APK dengan nama “LGT.apk”.
Kejahatan serupa diketahui tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga di negara lain seperti Filipina dan Australia. Modus pelaku yang berpindah-pindah negara menambah tantangan bagi aparat penegak hukum.
“Persiapan mereka sangat matang, baik dari sisi perangkat keras maupun perangkat lunak. Ini menunjukkan bahwa sindikat tersebut merupakan bagian dari kejahatan siber lintas negara yang serius,” tandas AKBP Fian.
Polda Metro Jaya terus melakukan pengembangan penyidikan dan berupaya mengejar pelaku lainnya yang masih buron, serta memastikan korban mendapat perlindungan hukum yang layak.[]
Putri Aulia Maharani