PARLEMENTARIA — Pemanfaatan lahan Kampus A di Jalan HM Rifaddin, Harapan Baru, Loa Janan Ilir, sebagai lokasi baru SMAN 10 Samarinda menuai perhatian dari legislatif. Sekretaris Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim), Darlis Pattalogi, menyoroti pentingnya penataan pemindahan yang dilakukan secara bertahap untuk menghindari potensi konflik sosial antara dua lembaga pendidikan yang berada di wilayah yang sama, yakni SMAN 10 dan Yayasan Melati.
Menurut Darlis, Pemerintah Provinsi Kaltim telah merencanakan pemindahan aktivitas SMAN 10 dengan hati-hati. Kebijakan bertahap ini bertujuan agar tidak terjadi benturan secara langsung di antara siswa dan tidak menimbulkan keresahan di kalangan orang tua peserta didik. “Semuanya bertahap karena di satu sisi SMAN 10 harus kembali ke situ, tapi di sisi lain ada juga hal persoalan dengan Yayasan Melati yang harus terlebih dulu diselesaikan oleh pemerintah provinsi,” ujarnya, Selasa (01/07/2025).
Ia menegaskan bahwa pada tahun ajaran 2025/2026, hanya siswa kelas 10 yang akan memulai proses belajar di Kampus A. Sementara siswa kelas 11 dan 12 tetap berada di kampus lama yang terletak di Jalan PM Noor. Langkah ini dilakukan agar proses adaptasi tidak mengganggu stabilitas pembelajaran. “Kelas 11 dan 12 yang sekarang di SMAN 10 yang berkampus di edukasi center kalau kemudian tiba-tiba diminta dipindahkan ke Rifaddin tentu juga menimbulkan kejadian-kejadian tertentu,” katanya.
Darlis juga mengingatkan bahwa penggunaan bersama fasilitas pendidikan oleh dua institusi yang berbeda identitas dapat menimbulkan persoalan baru, terutama dalam interaksi antar siswa. Saat ini, pemerintah memberikan kesempatan kepada Yayasan Melati untuk menyelesaikan pembangunan fasilitas mereka sebelum menyerahkan sepenuhnya penggunaan Kampus A kepada SMAN 10.
“Yayasan Melati dan Pemprov dapat mengembangkan diskusi supaya ditemukan jalan keluar, karena kami menginginkan tidak lagi ada kejadian seperti kemarin,” tegasnya, mengacu pada ketegangan sebelumnya terkait kepemilikan dan penggunaan lahan.
Legislator dari Partai Amanat Nasional itu menyampaikan kekhawatirannya terhadap kemungkinan timbulnya gangguan perilaku di kalangan siswa jika dua lembaga tetap berbagi lokasi dalam waktu lama. “Bahkan di kampus A nanti pada akhirnya tidak boleh ada siswa Yayasan Melati bersamaan di SMAN 10, karena kenapa hubungan dua antara lembaga ini nanti mempengaruhi perilaku siswa,” tandasnya. Ia menutup dengan pesan antisipatif, “Jangan sampai nanti mereka saling membully, itu bisa saja terjadi karena antara siswa Melati dengan SMAN 10.”
Pemerintah provinsi diminta agar segera menyusun strategi pemisahan operasional dua lembaga pendidikan tersebut demi menciptakan iklim belajar yang aman dan nyaman bagi seluruh peserta didik.[]
Penulis: Muhamamddong | Penyunting: Agnes Wiguna