JAKARTA — Badan Pertahanan Sipil di Jalur Gaza melaporkan bahwa sedikitnya 72 warga Palestina tewas akibat serangan yang dilancarkan militer Israel, termasuk 21 orang yang menjadi korban saat tengah menunggu bantuan kemanusiaan. Peristiwa ini terjadi di tengah situasi kelaparan yang kian memburuk setelah lebih dari 20 bulan konflik berkepanjangan di wilayah tersebut.
Juru bicara Pertahanan Sipil Gaza, Mahmud Bassal, mengungkapkan bahwa enam orang tewas saat mengantre bantuan di Gaza selatan, sementara 15 lainnya menjadi korban di wilayah tengah Gaza, tepatnya di koridor Netzarim — sebuah jalur yang setiap harinya dipadati ribuan warga yang berharap mendapatkan jatah makanan.
Di Gaza utara, lanjut Bassal, sembilan serangan terpisah yang dilakukan Israel menyebabkan kematian 51 orang. Jumlah ini memperbarui data korban sebelumnya yang sempat dirilis lembaga tersebut.
Salah satu saksi mata di lokasi Netzarim, Bassam Abu Shaar, menyatakan bahwa ribuan orang telah menunggu sejak malam untuk menerima bantuan pada pagi harinya. Namun, situasi berubah drastis menjelang fajar.
“Sekitar pukul 01.00 dini hari (05.00 WIB Kamis), mereka mulai menembaki kami,” ujar Abu Shaar kepada kantor berita AFP, Kamis (19/6). Ia menyebutkan bahwa militer Israel tidak hanya menggunakan senapan, tetapi juga menembakkan peluru dari tank serta menjatuhkan bom dari drone.
Padatnya kerumunan disebut membuat warga kesulitan menyelamatkan diri. “Kami tidak bisa menolong mereka atau bahkan menyelamatkan diri kami sendiri,” kata Abu Shaar menggambarkan kekacauan di titik distribusi yang dikelola oleh Gaza Humanitarian Foundation.
Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa dalam beberapa pekan terakhir, sedikitnya 300 warga Palestina telah tewas saat berusaha mendapatkan bantuan di berbagai titik distribusi. Kondisi yang mereka alami disebut mirip dengan kelaparan akut, sementara akses terhadap bantuan sangat terbatas.
Situasi di lapangan diperparah dengan pemblokiran informasi oleh Israel terhadap media di Jalur Gaza, serta kesulitan teknis untuk menjangkau beberapa lokasi terdampak. Hal ini membuat laporan resmi dari tim penyelamat dan otoritas Gaza sulit diverifikasi secara independen oleh media internasional.
Sejak awal Maret 2025, Israel memperketat blokade bantuan di tengah kebuntuan dalam negosiasi gencatan senjata. Meski pembatasan itu mulai dilonggarkan pada akhir Mei, distribusi bantuan tetap tidak stabil. Penyaluran bantuan kini dilakukan oleh lembaga swasta, termasuk Yayasan Kemanusiaan Gaza, namun sering kali berlangsung dalam kondisi tidak aman dan penuh kepanikan.[]
Putri Aulia Maharani