JAKARTA – Ketegangan di Timur Tengah kembali memuncak setelah Amerika Serikat (AS) dan Israel melancarkan serangan militer terhadap Iran. Serangan tersebut dilakukan dengan dalih bahwa Iran tengah merancang senjata nuklir, berdasarkan laporan intelijen Israel yang mengklaim Teheran memiliki bahan baku bom nuklir dalam jumlah besar.
Merespons tudingan itu, Presiden Iran Masoud Pezeshkian menegaskan bahwa negaranya tidak memiliki niat untuk mengembangkan senjata nuklir. Meski demikian, ia tetap menekankan pentingnya hak Iran atas pengembangan energi dan riset nuklir untuk tujuan damai.
Secara global, isu pelucutan senjata nuklir telah lama menjadi perhatian internasional. Pada 7 Juli 2017, sejumlah negara menyepakati Treaty on the Prohibition of Nuclear Weapons (TPNW) atau Traktat Pelarangan Senjata Nuklir, yang bertujuan untuk mencegah pengembangan dan penggunaan senjata nuklir. Indonesia sendiri aktif dalam upaya pelucutan senjata melalui partisipasinya dalam Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapons (NPT).
Sepanjang sejarah, satu-satunya penggunaan senjata nuklir dalam konflik bersenjata terjadi saat Perang Dunia II. Ketika itu, AS menjatuhkan bom atom di dua kota Jepang, yakni Hiroshima dan Nagasaki, pada 6 dan 9 Agustus 1945. Serangan tersebut menghancurkan kedua kota dan menyebabkan ratusan ribu korban jiwa, baik secara langsung maupun akibat paparan radiasi jangka panjang.
Ledakan bom atom tak hanya memusnahkan infrastruktur dan kehidupan, tetapi juga meninggalkan dampak fisik yang tak terhapuskan. Salah satu fenomena paling ikonik adalah munculnya bayangan manusia dan benda di trotoar maupun bangunan akibat intensitas panas dan cahaya dari ledakan.
Menurut Dr. Michael Hartshorne, profesor emeritus radiologi dari Universitas New Mexico, ledakan nuklir menciptakan cahaya serta panas luar biasa yang menyebar dari pusat ledakan. Objek atau manusia yang berdiri di antara ledakan dan permukaan lain akan menyerap energi tersebut, meninggalkan jejak berupa area gelap yang tampak seperti bayangan.
Fenomena ini, menurut laporan Live Science, merupakan hasil dari pemutihan permukaan akibat paparan sinar, sementara area yang terlindungi tetap mempertahankan warna aslinya. Bayangan ini menjadi simbol bisu dari tragedi kemanusiaan yang ditimbulkan oleh senjata nuklir.
Dari sisi teknis, energi yang dilepaskan dalam ledakan berasal dari proses fisi nuklir. Reaksi ini terjadi saat neutron menghantam inti atom berat seperti uranium-235 atau plutonium-239, menyebabkan inti terpecah dan melepaskan energi dalam jumlah besar. Menurut peneliti Alex Wellerstein dari Stevens Institute of Technology, reaksi berantai itu terjadi dalam hitungan milidetik, membelah triliunan atom dan menghasilkan gelombang panas serta radiasi gamma yang sangat merusak.
Radiasi gamma memiliki kemampuan menembus jaringan tubuh, merusak DNA, dan menyebabkan kerusakan jangka panjang. Real Clear Science menyebut bahwa panas yang dilepaskan dalam ledakan dapat mencapai suhu hingga 15.000 derajat Celsius.
Sejarah Hiroshima dan Nagasaki menjadi peringatan nyata akan dampak destruktif senjata nuklir. Di tengah eskalasi konflik yang melibatkan Iran, AS, dan Israel, masyarakat internasional kembali dihadapkan pada pentingnya diplomasi, perdamaian, dan pengendalian senjata pemusnah massal agar tragedi serupa tidak terulang di masa depan.[]
Putri Aulia Maharani