JAKARTA – Agenda sidang pengujian materi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) di Mahkamah Konstitusi (MK) harus ditunda karena ketidakhadiran dua institusi penting, yakni Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (04/07/2025).
Keduanya dijadwalkan menjadi pihak terkait dalam sidang uji materi terhadap Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor yang terdaftar dalam perkara Nomor 142/PUU-XXII/2024 dan Nomor 161/PUU-XXII/2024.
Ketua MK Suhartoyo, yang memimpin jalannya sidang, menyampaikan bahwa Mahkamah telah menerima surat dari Polri dan KPK yang berisi permohonan penundaan kehadiran mereka dalam sidang.
“Agenda persidangan pada pagi hari ini adalah untuk mendengar keterangan ahli dari pemohon 161 dan keterangan dari pihak terkait yang diminta oleh Mahkamah dari kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi,” ucap Suhartoyo dalam persidangan.
Namun, lanjut dia, “Dari kedua lembaga itu bersurat bahwa mohon penundaan untuk pemberian keterangannya dari kepolisian dan dari KPK.”
Tak hanya pihak Polri dan KPK, sidang juga batal mendengarkan keterangan ahli dari pemohon perkara Nomor 161. Pasalnya, dokumen keterangan ahli dan riwayat hidupnya baru disampaikan ke MK satu hari sebelum persidangan berlangsung.
Hal ini bertentangan dengan ketentuan Pasal 62 ayat (3) Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 2 Tahun 2021, yang mensyaratkan pengajuan dokumen paling lambat dua hari kerja sebelum sidang.
Dengan dua agenda utama batal terlaksana, MK pun memutuskan untuk menjadwal ulang sidang menjadi Rabu, 16 Juli 2025.
Sebagai informasi, pengujian materiil terhadap UU Tipikor ini berkaitan dengan pertanyaan konstitusional mengenai ketentuan pidana suap dan gratifikasi. Para pemohon menguji apakah kedua pasal tersebut telah sesuai dengan prinsip dan norma yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Perkara ini menjadi perhatian publik karena menyangkut pasal-pasal krusial dalam pemberantasan korupsi yang selama ini menjadi andalan aparat penegak hukum dalam menindak pelaku korupsi di Indonesia.
Sejumlah pengamat menilai absennya Polri dan KPK dalam sidang ini menunjukkan perlunya koordinasi yang lebih baik antara lembaga penegak hukum dengan lembaga yudikatif, terlebih dalam perkara yang memiliki implikasi langsung terhadap praktik pemberantasan korupsi di Tanah Air.
Sidang lanjutan diharapkan dapat memberikan kejelasan hukum terkait tafsir terhadap Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor yang selama ini menjadi dasar banyak dakwaan kasus korupsi, baik di tingkat penyidikan maupun di pengadilan. []
Diyan Febriana Citra.