JAKARTA — Sebuah pesawat komersial milik maskapai Batik Air dengan rute Bandara Internasional Soekarno-Hatta menuju Bandara Silampari di Kota Lubuklinggau, Sumatera Selatan, terpaksa kembali ke bandara asal pada Sabtu (28/6) akibat cuaca buruk yang mengganggu proses pendaratan di tujuan.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Lukman F. Laisa, menjelaskan bahwa insiden ini terjadi saat pesawat mendekati wilayah Bandara Silampari. Pesawat dengan nomor penerbangan ID 6820 tersebut dijadwalkan tiba di Lubuklinggau pukul 15.20 WIB.
“Pesawat yang melayani rute dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta menuju Bandara Silampari pada Sabtu (28/6) tersebut harus kembali atau return to base (RTB) ke Bandara Soekarno-Hatta akibat cuaca buruk,” ujar Lukman, dikutip dari Antara, Minggu (29/6).
Pesawat tersebut mengangkut total 141 orang yang terdiri atas penumpang dan awak kabin. Namun, menjelang pendaratan, kondisi cuaca di Bandara Silampari memburuk secara signifikan.
Berdasarkan laporan pengamatan cuaca dari Stasiun Meteorologi Bandara Silampari, pada pukul 15.30 WIB, jarak pandang hanya sekitar 1.000 meter. Selain itu, hujan badai dengan intensitas lebat serta keberadaan awan Cumulonimbus (CB) di atas wilayah bandara menyebabkan situasi tidak ideal untuk pendaratan.
“Cuaca saat itu berada di bawah ambang batas minimum yang diizinkan untuk pendaratan. Pilot sempat melakukan prosedur go around dan holding sambil menunggu perbaikan cuaca,” jelas Lukman.
Namun, karena kondisi tak kunjung membaik, pilot akhirnya memutuskan untuk kembali ke Bandara Soekarno-Hatta demi mempertahankan keselamatan seluruh penumpang dan awak.
“Pesawat kembali ke Soekarno-Hatta pada pukul 15.40 WIB,” ujarnya.
Lebih lanjut, Lukman menambahkan bahwa pesawat kembali diberangkatkan dari Jakarta pada pukul 18.05 WIB setelah kondisi cuaca membaik. Penerbangan kedua ini berhasil mendarat dengan selamat di Bandara Silampari pada pukul 19.22 WIB.
Insiden ini menjadi pengingat penting akan pentingnya faktor keselamatan dalam dunia penerbangan, khususnya terkait pertimbangan kondisi cuaca ekstrem yang kerap terjadi di sejumlah wilayah Indonesia.[]
Putri Aulia Maharani