ADVERTORIAL – Peran film dalam memperkuat pelestarian budaya lokal kembali mencuat melalui karya berjudul Misteri Tuana Tuha, yang baru saja diluncurkan oleh Dinas Pariwisata Kutai Kartanegara. Film tersebut bukan sekadar tontonan, tetapi menjadi simbol dari upaya regenerasi bahasa daerah yang kini mulai ditinggalkan.
Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kukar, Puji Utomo, memberikan apresiasi atas hadirnya film tersebut. Ia menyebut keterlibatan generasi muda dalam penggarapan karya yang menggunakan Bahasa Kutai sebagai nilai lebih dari segi edukasi kultural.
“Bahasa Kutai adalah warisan tak ternilai. Ketika anak muda mau memproduksi film dengan narasi lokal dan dialog dalam Bahasa Kutai, itu adalah bentuk pelestarian yang nyata,” ujarnya, Rabu (25/06/2025).
Puji menilai bahwa media audio-visual seperti film mampu menyentuh lapisan masyarakat yang lebih luas, terutama anak muda, dalam mengenalkan kembali bahasa ibu. Menurutnya, tantangan utama saat ini adalah menurunnya penggunaan Bahasa Kutai akibat terpaan budaya global dan kebiasaan komunikasi digital yang didominasi oleh bahasa Indonesia maupun asing.
“Kalau tidak dimulai dari sekarang, kita bisa kehilangan Bahasa Kutai. Media seperti film justru bisa jadi alat paling efektif untuk membangkitkan kembali semangat berbahasa lokal,” tegasnya.
Disdikbud Kukar juga menggarisbawahi pentingnya pendekatan kreatif dalam membangun kesadaran kolektif terhadap identitas budaya. Bagi Puji, pelestarian bahasa dan budaya tidak akan efektif hanya melalui kebijakan, tetapi harus tumbuh dari partisipasi aktif masyarakat.
“Budaya tidak akan lestari hanya karena peraturan, tapi karena ada rasa memiliki,” tambahnya.
Sebagai bagian dari langkah konkret, pihaknya tengah mempersiapkan program yang menyasar pelajar dan komunitas, seperti festival film daerah dan lomba pembuatan video pendek berbahasa Kutai. Program ini ditujukan untuk menanamkan kebanggaan terhadap bahasa daerah sejak dini.
Tak hanya fokus pada pengembangan potensi seni di kalangan pelajar, Disdikbud Kukar juga berkomitmen mendukung produksi kreatif lokal melalui pelatihan dan fasilitasi promosi karya. Harapannya, lahir lebih banyak inisiatif sejenis Misteri Tuana Tuha yang mampu menyampaikan nilai-nilai budaya dalam format yang relevan dengan generasi masa kini.
“Bahasa adalah jantung dari kebudayaan. Kalau jantung berhenti berdetak, maka kehidupan budaya juga berhenti,” kata Puji.
Dengan munculnya film Misteri Tuana Tuha, Kutai Kartanegara tak hanya menyajikan hiburan, tetapi juga menanamkan benih pelestarian budaya yang diharapkan tumbuh subur di tengah arus modernisasi yang kian deras.[]
Penulis: Eko Sulistiyo | Penyunting: Agnes Wiguna