PARLEMENTARIA – Wilayah Kampung Sidrap secara administrasi kewilayahan masuk Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Kutai Timur (Kutim), namun dalam administrasi kependudukannya, warga Kampung Sidrap lebih memilih teradministrasi di Kota Bontang. Bahkan, dalam Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Dearah lalu, seluruh warga kampung Sidrap turut serta di Bontang. Sengketa ini terus berlarut-larut hingga sekarang dan kembali mematik sorotan dari wakil rakyat di ‘Gedung Karnag Paci’.
Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Agusriansyah Ridwan menegaskan bahwa inti persoalan justru terletak pada belum tuntasnya penetapan batas administratif oleh pemerintah pusat. Ia menekankan, selama kejelasan status hukum belum ditegaskan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), maka polemik KTP dan pelayanan pemerintahan akan terus terjadi. “Jadi di kampung Sidrap itu, Polemiknya itu kan bukan baru sekarang. Sudah dari jaman sejak dimekarkan,” ujar Agusriansyah saat ditemui awak media di sela rapat paripurna ke-17 di Gedung Utama B, Kompleks Perkantoran DPRD Kaltim, Jalan Teuku Umar, Samarinda, Rabu (11/06/2025) kemarin.
Ia menguraikan bahwa sejak dahulu kawasan tersebut merupakan area perlintasan dan kegiatan pertanian warga dua daerah. Hal inilah yang menyebabkan perbedaan administrasi kependudukan menjadi sulit diurai tanpa kebijakan tegas dari pusat. “Karena memang dulu area itu adalah area pertanian. Wilayah-wilayah masyarakat Bontang untuk melakukan pertanian dan masyarakat Kutim mereka ketemu di situ,” tambahnya.
Agusriansyah juga menyayangkan pernyataan Walikota Bontang yang sempat menyinggung persoalan ini secara terbuka. Menurutnya, seharusnya kepala daerah fokus menyampaikan masalah kepada Kemendagri, bukan memicu polemik baru. “Menurut saya, sebenarnya persoalan Walikota Bontang terhadap statementnya itu harusnya diarahkan kepada Mendagri,” tegasnya.
Lebih jauh, ia meminta semua pihak tidak menyeret masalah tapal batas menjadi bahan perdebatan politik. Baginya, pertikaian opini tidak akan membantu warga yang setiap hari berurusan dengan kerumitan administrasi. “Itu menurut saya sangat personal dan tidak etis,” ucap Agusriansyah.
Sebagai langkah konkret, ia mengusulkan agar desa persiapan yang sudah lama terbentuk di kawasan Kampung Sidrap segera disahkan menjadi desa definitif. Hal itu dinilai cara paling realistis untuk memastikan hak warga terpenuhi tanpa menunggu proses panjang peninjauan ulang batas wilayah. “Salah satu solusinya dari tahun 2017, desa persiapan yang sudah ditetapkan itu, jadi tidak lanjutilah saja lah menjadi desa yang definitif. Itu solusi terbaik apa yang mau dilakukan pemerintah di sana,” paparnya.
Agusriansyah juga meminta pemerintah Kutim mempercepat pelayanan administrasi, serta warga Bontang yang tinggal di wilayah tersebut menyesuaikan diri sementara dengan kebijakan setempat demi menjaga ketertiban. “Lebih baik fokus, artinya bahwa warga Bontang yang berada di wilayah Kutim itu disejahterakan saja berdasarkan kebijakan warga Bontang terkait kebijakan,” jelasnya.
Ia menegaskan, apabila masih ada yang berkeinginan memperjuangkan perubahan status wilayah, jalur sah yang harus ditempuh ialah gugatan ke Kemendagri. “Kalau ada warga yang menginginkan bahwa dia ingin memiliki wilayah itu silakan saja Kemendagri dan silakan saja menggugat terkait aturan yang mengatakan itu wilayah Kutim,” pungkasnya. []
Penulis: Agnes Wiguna | Penyunting: Agnes Wiguna