PARLEMENTARIA — Hujan deras yang mengguyur Kota Samarinda pada pertengahan Juni kembali menimbulkan genangan di sejumlah titik, memperlihatkan rapuhnya sistem drainase kota. Kombinasi antara curah hujan tinggi dan pasang Sungai Mahakam menyebabkan saluran air tidak mampu menampung lonjakan debit, menambah panjang daftar kawasan rawan banjir yang belum tertangani tuntas.
Menanggapi kondisi tersebut, Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim), Subandi, menekankan pentingnya sinergi lintas pihak dalam mengatasi persoalan banjir. Ia menilai bahwa penanganan banjir tidak bisa terus-menerus bergantung pada rutinitas pembersihan drainase, melainkan memerlukan strategi jangka menengah dan panjang yang terintegrasi. “Intensitas hujan yang tinggi membuat debit air melonjak. Daya tampung saluran dan Sungai Mahakam jelas tak lagi memadai. Maka, pembangunan folder dan normalisasi sungai sangat mendesak,” ujar Subandi, Sabtu (14/06/2025).
Ia menyebut pembangunan folder di kawasan Sungai Siring dan pengerukan sedimentasi di Sungai Mahakam sebagai dua langkah prioritas yang harus segera direalisasikan. Menurutnya, kedua langkah tersebut penting untuk meningkatkan daya tampung dan kelancaran aliran air dari wilayah hulu ke hilir.
Lebih lanjut, Subandi menegaskan bahwa tanggung jawab penanganan banjir tidak bisa dibebankan sepenuhnya kepada Pemerintah Kota Samarinda. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, menurutnya, juga harus berperan aktif, khususnya dalam mendukung pengerukan sungai dan pembangunan infrastruktur pengendalian banjir berskala besar. “Pemprov siap bersinergi. Kita dorong agar normalisasi sungai dan pengurukan sedimen bisa segera dilakukan untuk mempercepat aliran air dari hulu ke hilir,” ucap legislator dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Tidak hanya berbicara soal pembangunan fisik, Subandi juga mengingatkan perlunya perencanaan tata ruang yang lebih baik serta kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan. Ia menegaskan bahwa banjir tidak hanya berkaitan dengan infrastruktur, tetapi juga berkaitan erat dengan perilaku masyarakat terhadap alam. “Persoalan banjir bukan hanya urusan fisik. Perlu kesadaran kolektif dalam menjaga daerah tangkapan air dan saluran drainase. Ini tanggung jawab bersama,” tegasnya.
Ia berharap pendekatan terhadap permasalahan banjir di Samarinda dapat lebih proaktif, berbasis pada perencanaan jangka panjang, dan melibatkan semua pemangku kepentingan. Menurutnya, hanya melalui kolaborasi lintas sektor dan partisipasi aktif masyarakat, risiko banjir yang terus berulang dapat ditekan secara signifikan. Dengan keterlibatan semua pihak dan keberlanjutan kebijakan pengendalian banjir, Subandi optimistis bahwa ancaman genangan musiman di Samarinda dapat diatasi, serta mendorong terwujudnya kota yang lebih tangguh terhadap bencana hidrometeorologi. []
Penulis: Muhamaddong | Penyunting: Agnes Wiguna