PARLEMENTARIA – Penurunan cakupan Universal Health Coverage (UHC) di Kalimantan Timur (Kaltim) menjadi perhatian serius Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kaltim. Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalogi, mengingatkan bahwa turunnya capaian UHC dapat memicu terhentinya dukungan dana dari pemerintah pusat dan berpotensi menambah beban fiskal pemerintah daerah.
Hal tersebut disampaikan Darlis usai mengikuti rapat koordinasi Forum Komunikasi Rekrutmen Peserta UHC dan Forum Kemitraan Pengelolaan Kerja Sama Fasilitas Kesehatan yang berlangsung di ruang rapat Tepian, Kantor Gubernur Kaltim, Jalan Gajah Mada, Samarinda, Selasa (17/6/2025). Rapat ini membahas kolaborasi lintas sektor dalam memperluas cakupan jaminan kesehatan nasional.
Darlis menegaskan pentingnya mempertahankan dan meningkatkan angka UHC sebagai bentuk tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat dan daerah. Ia menilai penurunan UHC bukan hanya persoalan administratif, tetapi berpotensi membawa dampak besar terhadap keberlanjutan pelayanan kesehatan di daerah.
“Kalau UHC kita terus menurun, maka manfaat dari iuran Jaminan Pelayanan Indonesia yang disalurkan Kementerian Kesehatan bisa dihentikan dan dapat merugikan daerah. Artinya, beban pembiayaan layanan kesehatan akan berpindah ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kita sendiri,” ujarnya.
Ia menekankan, kondisi tersebut bisa dihindari jika pemerintah daerah memiliki strategi yang konsisten untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam program BPJS Kesehatan. Pemerintah daerah juga harus mampu memaksimalkan dukungan dari APBN agar tidak kehilangan momentum akibat kurangnya langkah antisipatif. “Kalau jatah dari pusat dipangkas, otomatis daerah yang harus menanggung, dan ini tentu jadi beban tambahan bagi kabupaten/kota,” imbuhnya.
Selain itu, Darlis menyoroti kendala teknis dalam layanan BPJS Kesehatan yang masih menjadi keluhan masyarakat, seperti keterbatasan jenis obat, waktu konsultasi yang sempit, serta pembatasan jumlah pasien yang bisa dilayani. “BPJS memberi waktu sekitar 5 menit hingga 10 menit per pasien. Tidak semua kasus dapat diselesaikan dalam waktu itu. Untuk rawat jalan mungkin cukup 2–3 menit, tapi untuk kasus lebih kompleks tentu perlu waktu konsultasi lebih,” jelasnya.
Ia menambahkan, pasien yang sudah datang sesuai jadwal kerap kali harus pulang karena kuota dokter sudah penuh. Menurutnya, pelayanan kesehatan harus dirancang lebih fleksibel dan berpihak pada kebutuhan masyarakat. “Kami di DPRD siap mendorong agar sinergi antara kebijakan pusat dan layanan daerah dapat berjalan seiring, demi layanan kesehatan yang lebih manusiawi dan merata,” tegasnya.
Darlis juga mengingatkan bahwa DPRD memiliki peran strategis bukan hanya dalam pengawasan anggaran, tetapi juga sebagai penghubung aspirasi masyarakat kepada pembuat kebijakan. Evaluasi terhadap implementasi program BPJS dan upaya mempertahankan cakupan UHC disebut sebagai agenda penting yang harus dikawal bersama. Dengan tantangan yang terus berkembang, DPRD Kaltim berharap sinergi lintas sektor mampu menghadirkan solusi jangka panjang guna menciptakan sistem pelayanan kesehatan yang tangguh, responsif, dan inklusif bagi seluruh masyarakat Kalimantan Timur. []
Penulis: Muhamaddong | Penyunting: Agnes Wiguna