JAKARTA – Kemakmuran ekonomi tidak selalu berjalan seiring dengan tingkat kesehatan masyarakat. Hal ini tergambar jelas dari kondisi negara-negara maju yang menunjukkan dua sisi kontras: sebagian dihuni oleh warga dengan tingkat obesitas tinggi, sementara lainnya justru dikenal dengan gaya hidup sehat dan proporsi tubuh ideal.
Beberapa negara dengan ekonomi mapan menghadapi tantangan serius dalam hal kesehatan publik, terutama berkaitan dengan obesitas. Ketersediaan makanan berkalori tinggi, gaya hidup serba instan, serta minimnya aktivitas fisik, menjadi faktor utama yang mendorong tingginya angka kelebihan berat badan di kalangan penduduk. Fenomena ini tidak hanya berdampak pada kualitas hidup, tetapi juga menambah beban sistem layanan kesehatan.
Amerika Serikat menjadi salah satu contoh utama negara dengan tingkat obesitas tertinggi di dunia. Meski memiliki infrastruktur kesehatan canggih dan ekonomi terbesar secara global, mayoritas penduduknya tercatat mengalami kelebihan berat badan. Ini menunjukkan bahwa kemudahan akses terhadap makanan dan gaya hidup konsumtif dapat berbalik menjadi bumerang bagi kesehatan.
Namun, di sisi lain, terdapat negara-negara maju seperti Jepang, Korea Selatan, dan Swiss yang mampu menjaga proporsi tubuh ideal warganya, meskipun juga berada dalam kategori negara kaya. Keberhasilan mereka menjaga tingkat obesitas tetap rendah tak lepas dari budaya makan yang lebih seimbang, porsi makan yang terkendali, dan kebiasaan hidup aktif, seperti berjalan kaki atau menggunakan transportasi umum dalam keseharian.
Perbedaan mencolok ini menunjukkan bahwa kemakmuran bukanlah satu-satunya penentu kesehatan masyarakat. Faktor budaya, edukasi gizi, hingga kebijakan pemerintah dalam mendorong pola hidup sehat memiliki peran krusial dalam membentuk kualitas kesehatan publik.
Fenomena ini menjadi pengingat bahwa keberlimpahan sumber daya perlu diimbangi dengan kesadaran kolektif untuk menjaga kesehatan demi keberlanjutan hidup yang lebih baik.[]
Putri Aulia Maharani