JAKARTA — Dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional 2025, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menunjukkan komitmen kepemimpinan yang berorientasi pada nilai-nilai inklusivitas dan empati sosial. Tak memilih perayaan seremonial berskala besar, Pramono justru mengambil langkah sederhana namun bermakna dengan mengundang anak-anak dari keluarga prasejahtera untuk merasakan langsung suasana Balai Kota Jakarta, Rabu (23/07/2025).
“Secara khusus saya mengundang anak-anak ke Balai Kota. Sebentar lagi saya akan menemui mereka. Tidak ada acara khusus, tetapi saya ingin membuat anak-anak itu merasakan bagaimana Balai Kota Jakarta,” ujar Pramono di sela aktivitasnya.
Menurut dia, kesempatan untuk mengunjungi pusat pemerintahan bukanlah hal yang mudah diakses oleh anak-anak, terutama dari kalangan ekonomi bawah. Oleh karena itu, ia menginisiasi kunjungan ini sebagai bentuk pengakuan terhadap hak anak atas ruang publik dan pengalaman edukatif yang bermakna.
“Kan tidak banyak anak Jakarta yang pernah menginjakkan kaki di Balai Kota. Dan ini kebetulan juga dipilih dari keluarga-keluarga yang memang kurang beruntung, supaya mereka juga pernah merasakan. Itu yang ingin saya lakukan,” lanjutnya.
Selain ingin menumbuhkan rasa kepemilikan terhadap kota dan pemerintahannya sejak dini, Gubernur Pramono juga menegaskan keberpihakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terhadap hak-hak anak melalui program kebijakan konkret. Salah satunya adalah Kartu Jakarta Pintar (KJP), yang telah menjadi sarana utama pemerataan akses pendidikan di Jakarta.
“Ketika acara di Amerika kemarin mereka juga kaget, pemerintah Jakarta bisa membagi 700 ribu lebih Kartu Jakarta Pintar. Ini jadi pertanyaan, karena kota itu beda dengan negara. Kalau negara kan ada LPDP dan sebagainya, tetapi pemerintah daerah jarang yang seperti ini,” ungkapnya.
Pernyataan tersebut mencerminkan bahwa Pemprov DKI tak sekadar menjalankan program berbasis anggaran, tetapi juga ingin menciptakan keadilan sosial melalui intervensi kebijakan yang menyentuh kelompok paling rentan, yakni anak-anak dari keluarga kurang mampu.
Langkah Pramono dinilai sejumlah pengamat sebagai pendekatan kepemimpinan yang humanis dan menyentuh akar persoalan sosial di perkotaan, khususnya terkait akses anak terhadap fasilitas publik dan sumber daya pendidikan.
Kehadiran anak-anak di Balai Kota bukan hanya simbol perayaan, tetapi juga pesan kuat bahwa mereka adalah bagian penting dari kota ini mereka punya tempat, suara, dan harapan untuk masa depan yang lebih baik. []
Diyan Febriana Citra.