TEL AVIV – Parlemen Israel, Knesset, pada Rabu (23/07/2025) mengesahkan mosi kontroversial yang menyerukan perluasan kedaulatan Israel atas Tepi Barat, Sungai Yordan, dan wilayah Lembah Yordan. Keputusan ini memicu kekhawatiran baru tentang prospek perdamaian di kawasan dan masa depan solusi dua negara yang selama ini didorong oleh komunitas internasional.
Dalam sidang pleno yang berlangsung di Tel Aviv, sebanyak 71 anggota Knesset memberikan suara setuju, sementara 13 lainnya menolak proposal tersebut. Meskipun bersifat deklaratif dan tidak langsung mengubah legislasi atau kebijakan resmi pemerintah, langkah simbolik ini menunjukkan arah politik yang semakin condong ke kanan dalam tubuh pemerintahan Israel.
Mosi tersebut diprakarsai oleh anggota-anggota partai sayap kanan yang menganggap perluasan wilayah sebagai langkah strategis untuk menjamin keamanan nasional.
“Kemitraan strategis dan dukungan dari AS serta Presiden Donald Trump saat ini menciptakan waktu yang tepat untuk memimpin langkah ini (pencaplokan) sekarang,” tulis sekelompok menteri dalam surat kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada 2 Juli 2025 lalu.
Surat yang ditandatangani 14 menteri kabinet tersebut menyerukan agar pemerintah mengambil langkah nyata sebelum parlemen memasuki masa reses musim panas pada 27 Juli 2025. Mereka meminta penerapan penuh kedaulatan atas Yudea dan Samaria nama yang digunakan Israel untuk menyebut Tepi Barat untuk menghadang pengakuan internasional terhadap berdirinya negara Palestina.
“Pengakuan terhadap berdirinya negara Palestina di tanah yang tersisa bisa menimbulkan ancaman eksistensial bagi Israel,” demikian isi pernyataan para menteri, termasuk Menteri Pertahanan, Menteri Kehakiman, hingga Ketua Knesset Amir Ohana.
Langkah ini mendapat kecaman luas dari sejumlah pihak, terutama Otoritas Palestina. Mereka menyatakan bahwa Tepi Barat merupakan wilayah sah yang akan menjadi bagian dari negara Palestina di masa depan. Setiap upaya pencaplokan atau perluasan kekuasaan dianggap melanggar hukum internasional dan dapat membunuh harapan akan tercapainya solusi dua negara.
Sejumlah negara dan organisasi internasional, termasuk Uni Eropa dan Liga Arab, juga menyuarakan keprihatinan atas langkah sepihak tersebut. Para analis menilai, mosi ini memperkeruh ketegangan yang sudah meningkat di wilayah pendudukan, terutama setelah serangkaian kekerasan antara pemukim Israel dan warga Palestina dalam beberapa bulan terakhir.
Di sisi lain, sebagian pengamat melihat mosi ini sebagai bentuk tekanan politik internal yang dilancarkan kelompok ultranasionalis dalam pemerintahan Netanyahu. Meskipun belum bersifat mengikat secara hukum, resolusi semacam ini berpotensi membuka jalan bagi kebijakan konkret di masa mendatang, terlebih jika tidak ada tekanan internasional yang efektif.
Otoritas Palestina mengingatkan bahwa tindakan sepihak semacam ini justru menjauhkan kedua belah pihak dari meja perundingan dan memperdalam jurang konflik yang sudah berlangsung selama puluhan tahun. Hingga kini, belum ada tanggapan resmi dari Washington atas mosi tersebut, namun sumber diplomatik menyebut Amerika Serikat tengah mencermati situasi dengan serius. []
Diyan Febriana Citra.