Beras Oplosan Rugikan Konsumen Rp99 Triliun per Tahun

Beras Oplosan Rugikan Konsumen Rp99 Triliun per Tahun

JAKARTA – Temuan mengejutkan dari Bareskrim Polri mengungkapkan betapa masifnya praktik kecurangan dalam distribusi beras di Indonesia. Modus pengoplosan beras yang dikemas dan dipasarkan dengan label premium dan medium ternyata merugikan masyarakat secara ekonomi hingga mencapai Rp99,35 triliun per tahun. Kasus ini bukan hanya menyoroti pelanggaran hukum, tetapi juga menggambarkan lemahnya pengawasan terhadap rantai distribusi bahan pangan strategis.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Tipideksus) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Helfi Assegaf, dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Kamis (24/07/2025), menyatakan bahwa kerugian itu terbagi atas dua jenis beras: Rp34,21 triliun untuk beras premium, dan Rp65,14 triliun untuk beras medium.

“Terdapat potensi kerugian di konsumen atau masyarakat per tahun sebesar Rp99,35 triliun,” ungkap Helfi.

Ia menambahkan, keberhasilan Satgas Pangan dalam mengungkap kasus ini menjadi bukti nyata bagaimana manipulasi mutu pada kemasan bisa sangat merugikan publik. “Penjualan beras yang tidak sesuai dengan mutu pada kemasan yang tertera sangat merugikan masyarakat,” tegasnya.

Pengusutan kasus ini mendapat atensi khusus dari Presiden Prabowo Subianto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Dorongan itu turut diperkuat laporan dari Menteri Pertanian, yang sebelumnya telah mengungkap adanya anomali harga beras saat panen raya, di mana seharusnya harga stabil atau menurun justru malah naik tajam.

“Kami sampaikan kronologis terkait dengan peristiwa tersebut, yaitu pada tanggal 26 Juni 2025, Bapak Mentan menyampaikan hasil temuan di lapangan terhadap mutu dan harga beras yang anomali,” tutur Helfi.

Pemeriksaan terhadap 268 sampel dari berbagai merek menunjukkan hasil mencengangkan. Untuk beras premium, ditemukan bahwa 85,56 persen sampel tidak sesuai mutu, 59,78 persen tidak sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET), dan 21,66 persen berat kemasannya lebih ringan dari standar.

Sementara untuk beras medium, hasilnya lebih buruk: 88,24 persen mutu di bawah standar, 95,12 persen melanggar HET, dan 90,63 persen memiliki berat kemasan yang kurang dari ketentuan.

Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa konsumen sangat rentan menjadi korban praktik curang pelaku usaha yang memanfaatkan lemahnya pengawasan. Tidak hanya rugi secara finansial, masyarakat juga dirugikan dari sisi kualitas konsumsi bahan pokok yang tidak sesuai dengan label yang tercantum.

Kejadian ini mempertegas pentingnya reformasi dalam pengawasan distribusi bahan pokok, mulai dari produsen hingga ke tangan konsumen. Diperlukan tindakan tegas, pengawasan berlapis, dan edukasi publik agar tidak menjadi korban berulang dari permainan harga dan mutu yang tidak bertanggung jawab. []

Diyan Febriana Citra.

Hotnews Nasional